Des_MULIA_SOSOK-1_Ustadz-Hadi-Sukmawan-1.png

Sosok Ustadz Hadi Sukmawan”Jangan Biarkan Dakwah Ini Berlalu”

Ia tempelkan senter,  diikat di kepalanya guna menerangi jalanan. Sementara rem motor yang dikendarai sudah aus dan tidak berfungsi, tapi dakwah harus jalan 

Meski sudah tidak berbentuk, motor tua ini masih jadi andalan Ustadz Hadi Sukmawan sebagai tunggangannya saat berdakwah di pedalaman Bengkulu. Hanya orang-orang tertentu yang bisa mengendarainya.

Kendaraan spesial ini memiliki rem yang sudah mulai aus. Lampunya pun sudah tidak berfungsi. 

Jika malam, Hadi harus pulang dengan senter yang diikat di kepalanya. “Standar motornya pun sangat tidak standar, sehingga saya terpaksa menggunakan sebatang kayu ukuran sekitar 1 meter untuk menyangga motor agar tidak roboh. Semua ini adalah keterbatasan yang harus kami hadapi,” tuturnya.

Asalkan bisa menyala dan berjalan, satu-satunya kendaraan dakwah milik Hadi ini akan terus dipacu untuk menyusuri setiap desa, menyapa warga, menyebarkan nilai-nilai Islam dan mengajarkan mereka alif ba ta.

Salah satu desa binaanya adalah Desa Karang Are, Kecamatan Pagar Jati, Kabupaten Bengkulu Tengah. Dari Kota Bengkulu menuju desa ini menghabiskan waktu perjalanan sekitar dua jam, itupun di tengah jalanannya belum beraspal dan masih tanah dan bebatuan. 

Desa ini terdiri dari rumah-rumah panggung tradisional, dan sebagian besar penduduknya mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian. Namun, banyak dari mereka mengalami kesulitan karena kurangnya modal dan hasil panen yang cukup rendah.

Tingkat pendidikan di desa ini juga cukup memprihatinkan, dengan sedikit orang yang memiliki pendidikan tinggi. Banyak anak-anak di desa ini bahkan tidak bisa membaca Al-Qur’an. Kondisi keagamaan masyarakat juga rendah, dengan sedikit orang yang hadir untuk shalat berjamaah, terutama pada waktu Dzuhur dan Ashar.

“Saya memulai dakwah di desa ini awalnya melalui khutbah Jum’at dan kemudian masyarakat mulai tertarik. Saya sering diundang untuk mengisi peringatan hari-hari besar Islam. Bahkan, saya diminta untuk mengisi pengajian dari rumah ke rumah. Kegiatan ini terus berlanjut hingga sekarang,” ungkap pria asli Bengkulu tersebut.

Hadi juga membangun Rumah Qur’an Hidayatullah (RQH) di desa ini. Ia mengajar anak-anak mengaji,  membina guru-guru TPQ yang selama ini memiliki keterbatasan tajwid dan makhorijul huruf.

“Kita melaksanakan dakwah ini dengan membimbing mereka dan mengajak mereka agar bersama-sama kita dapat menikmati keindahan dan kemuliaan Islam ini,” lanjut dai kelahiran 25 Juni 1983 tersebut.

Bahasa Dakwah

Masyarakat Desa Karang Are tak semua bisa memahami bahasa Indonesia, khususnya kaum tua. Sejak kecil mereka terbiasa berkomunikasi dengan bahasa mereka sendiri, yaitu bahasa Rejang, yang merupakan salah satu bahasa yang digunakan di Provinsi Bengkulu.

Beruntung, Hadi adalah orang asli Bengkulu dan bisa menuturkan bahasa seperti mereka. Hal ini menjadi nilai tambah, karena tak sembarang dai bisa berbahasa Rejang.

Pesan dakwah hadi bisa tersampaikan dengan baik. Ini juga yang membuat masyarakat Karang Are merasakan kedekatan dan keakraban dengannya.

“Karena bahasa mereka juga bisa menerima kami dengan sangat baik, karena saya dianggap bagian dari mereka,” tutur suami dari Julita tersebut.

Salah satu hal yang paling berkesan dalam perjalanan dakwahnya, ketika ia menyaksikan semangat dan keinginan kuat masyarakat untuk mendalami ilmu agama, meskipun fasilitas terbatas.

Ada ibu-ibu yang bahkan tidak diizinkan oleh suaminya untuk pergi ke pengajian, tetapi mereka tetap bersikeras untuk belajar agama dengan sungguh-sungguh. Bahkan ada seorang janda nenek-nenek yang hidup sebatang kara, tetapi semangatnya untuk memahami agama tidak pernah pudar.

Dakwah Hadi kini telah berjalan hampir 10 tahun, dan masyarakat Desa Karang Are sangat bersyukur atas keberadaannya. Mereka berharap dakwah ini akan terus berlanjut dengan baik, karena selama ini mereka tidak pernah mendapatkan bimbingan dan ajakan untuk memahami dan mengamalkan ajaran Islam.

“Kami sangat senang dengan kehadiran Ustadz Hadi. Beliau membuat masjid kami hidup lagi, anak-anak mulai banyak ke Masjid, pengajian selalu rutin. Terlebih lagi, ia berceramah dengan bahasa sehari-hari kami,” ucap Pak Ismail, salah satu warga Karang Are.

Dakwah Hadi kian mudah usai mendapatkan bantuan kafalah dari BMH dan YBM BRILiaN. Hadi sangat bersyukur karena program ini tidak hanya membantu dalam kehidupan sehari-hari keluarganya, tetapi juga dalam operasional untuk datang ke desa binaan ini.

Ia berkomitmen untuk terus memberikan pembinaan dan pencerahan kepada masyarakat Desa Karang Are dan sekitarnya.

“Sampai kini kami tetap terus gencar berdakwah dan memanfaatkan motor butut ini selama mesinnya masih bisa berjalan. Karena jika rusak, tak ada kendaraan lain lagi yang bisa kami andalkan menuju lokasi dakwah,” akunya.*/Sirajuddin

 

Berita Terkait

Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Merupakan lembaga amil zakat yang bergerak dalam penghimpunan dana Zakat, infaq, sedekah, Wakaf dan Hibah berikut dana sosial kemanusiaan dan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, dan melakukan distribusi melalui program pendidikan, dakwah, sosial kemanusiaan dan ekonomi secara nasional.