Kerendahan-Hati

Rendahkan Hati, Agar Kau ‘Melangit’

Sesungguhnya kebaikan yang kita tanam hakekatnya akan kembali pada diri kita sendiri

Oleh: Khairul Hibri 

Semua yang diinginkan oleh penduduk dunia telah dimiliki laki-laki itu. Ya, kekuasan! 

Dengannya, semua makhluk berharap tunduk atas perintahnya. Tidak hanya dari golongan manusia, tapi juga hewan, angin bahkan jin sekalipun, taat setiap apa yang dititahkan. 

Kekayaannya melimpah ruah. Bahkan, seorang penguasa perempuan sampai tercengang menyaksikan pesona istananya. 

Saking takjubnya, sampai si ratu sampai mengangkat gaunnya, mengira lantai yang diinjak itu berisi genangan air. Padahal bukan. 

Belum lagi, ketika melihat perbandingan singgasananya dengan si pemilik istana. Sang ratu semakin takjub dan menyadari bahwa kerajaannya bukan apa-apa bahkan jauh tertinggal. 

Yang tidak kalah menarik, meski pemilik segudang keistimewaan luar biasa ini tidaklah jumawa. Yang ada, ia malah merendahkan diri, bahwa semua yang dimiliki dan yang digenggamannya adalah titipan Allah SWT.

Kerendahan hati yang kemudian melahirkan rasa syukur inilah, yang menjadikan laki-laki yang tidak lain adalah Nabi Sulaiman alaihissalam, menjadi pribadi mulia di mata penduduk bumi, di langit, dan tentunya di sisi Allah SWT. 

Disukai dan Dicintai 

Cukuplah bertanya kepada diri kita, tentang penilaian terhadap teman atau atasan yang kita nilai memiliki aneka ragam kelebihan secara materil maupun non materil.

Apakah dengan kelebihan itu semua kita masih bisa ramah, suka menolong, rendah hati, berlapang dada, dan sederet kemuliaan jiwa lainnya? 

Dalam sebuah acara talk show di salah satu stasiun TV, ada seorang pegawai dari salah seorang artis ternama di Indonesia bercerita. Ia bercerita, bosnya, sebagai salah satu aktor terkaya, karena memiliki beberapa bisnis di dalam dan di luar negeri. 

Si pegawai yang telah bekerja selama beberapa tahun, dan telah mendapatkan bantuan-bantuan berupa rumah dan seisinya, kendaraan dan sebagainya, bertutur sangat berterima kasih atas segala kebaikan yang diberikan. 

Ia bahkan menganalogikan, kehidupannya tanpa sang bos, ibarat kehilangan satu kaki. “Kehidupan tanpanya akan pincang,” ujarnya.

Maka terhadap kebaikan itu, totalitas dalam berdedikasi pun telah ia keluarkan. Ia berharap agar tidak mengecewakan sosok yang dihormatinya itu.

Dan ini sejatinya, sifat dasar manusia. Artinya, kerendahan hati yang kita miliki, dan kebaikan yang kita tanam, hakekatnya akan kembali pada diri kita sendiri.  

Adapun balasan di sisi Allah Swt, pun nyata. Semisal apa yang telah didapatkan oleh Nabi Sulaiman AS pada kisah pembuka tulisan ini. 

Allah sangat memuliakan beliau. Tidak hanya di bumi, bahkan juga di langit. 

Bukankah ini kehidupan ideal seorang beriman? Mulia hidup di bumi, mulia pula ketika hidup di akhirat. 

Kita sering berdoa; Rabbanaa aatinaa fiddunya hasanah wa fiil akhirati hasanah. Waqinaa ‘adzaban naar (Yaa Allah anugerahilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat).”

Jadi jangan pernah jumawa atas apa yang dimiliki. Sadari, bahwa apa yang dipunyai itu semata titipan Allah dan akan dimintai pertanggungjawaban. 

Lantas, apa yang patut disombongkan.*  

Berita Terkait

Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Merupakan lembaga amil zakat yang bergerak dalam penghimpunan dana Zakat, infaq, sedekah, Wakaf dan Hibah berikut dana sosial kemanusiaan dan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, dan melakukan distribusi melalui program pendidikan, dakwah, sosial kemanusiaan dan ekonomi secara nasional.