Tidak ada catatan bagi orang-orang besar yang khianat, kecuali sebuah kehancuran
Oleh: Khairul Hibri
Nabi Yusuf Alaihissalam pernah mengalami dua fase kehidupan. Sebelum berada dalam kehidupan yang penuh kecukupan, karena diangkat sebagai kepercayaan raja, ia mengalami momen yang sangat memilukan.
Ia pernah dibuang oleh saudara-saudaranya di sumur, berlanjut ditemukan oleh para pedagang, kemudian dijual sebagai budak. Ia pernah mengalami status sosial terendah dalam kehidupan masyarakat saat itu.
Ia bahkan pernah dipenjara akibat fitnah yang jatuh padanya. Betapa sukar proses perjalanan beliau kala itu.
Meski pernah sempat berada pada titik terendah, Allah Swt akhirnya mengangkat derajatnya hingga ‘naik ke atas’ dan dimuliakan manusia. Bahkan, para kompetitor yang pernah membuatnya terperosok, akhirnya tunduk dan mengakui keagungannya.
Tiga Kunci
Bila kita mencoba mengambil hikmah di balik kesuksesan Nabi Yusuf AS, maka setidaknya ada tiga modal yang dimiliki.
Pertama adalah keterampilan. Hal ini nampak jelas ketika sang raja menanyakan solusi dari tafsir mimpi yang dijelaskan oleh Nabi Yusuf. Bahwa, Mesir akan mengalami tujuh tahun lamanya musim panen, selepas itu akan tiba tujuh tahun berikutnya musim kemarau/paceklik.
Nabi Yusuf kemudian ‘mengajukan’ diri untuk memberi solusi mengatasi problematika tersebut, karena ia memiliki kepiawaian dalam bidang manajemen pangan Sumber Daya Alam (SDA).
Karena ia dipandang bisa menjadi problem solver, maka diangkatlah Nabi Yusuf sebagai pegawai istana. Semua keperluannya dituruti, termasuk pembersihan nama baik atas fitnah yang pernah menimpa dirinya.
Kedua, setelah memiliki keterampilan, haruslah berani membuka diri. Di antaranya adalah piawai menangkap peluang.
Seperti halnya dilakukan oleh Nabi Yusuf. Beliau punya kemampuan, kemudian bertemu dengan kesempatan, akhirnya membuka diri. Kloplah.
Tidak dipungkiri, ada kalanya seseorang stagnan dalam kegagalan, bukan karena ia tidak memiliki keahlian atau kesempatan, tapi karena ia senantiasa menutup diri.
Ia malu menunjukkan kemampuan. Akhirnya matilah potensi ini.
Terakhir, jagalah integritas. Nabi Yusuf as sangat menjaga amanah yang diemban.
Beliau tidak pernah menyelewengkan kedudukan/jabatan yang dipercayakan. Yang ada justru menjalankan sebaik-baiknya, hingga akhirnya Mesir mampu lepas dari krisis pangan.
Hal inilah yang harus dijaga, bilamana telah mendapat kepercayaan dari seseorang. Jangan pernah berkhianat.
Karena berkhianat, maka itu akan menjadi awal dari kehancuran. Tidak ada catatan bagi orang-orang besar yang khianat, kecuali kehancuran.
Pelajaran yang bisa kita ambil, penting sekali kita memiliki keterampilan diri. Lebih-lebih kalau sampai benar-benar ahli di bidang itu. Maka dengan bekal itu, akan sangat mudah untuk sekedar mencari pekerjaan.
Terlebih di zaman ini. Yang disebut sebagai tahun emasnya ekonomi kreatif, sangat membutuhkan kreativitas-kreativitas, yang akan membawa seseorang survive.
Sepertinya, tidak ada alasan bagi seseorang untuk mengasah keterampilan. Tinggal membuka internet, maka jalan akan didapati.
Betapa banyak orang yang menjadi mahir berbahasa asing, jago masak, pintar membangun bisnis, dengan cukup mengasah via Internet. Inilah modal pertama yang harus dimiliki; skill dan kreativitas.
Modal penting ini pula yang menjadikan Nabi Yusuf AS meraih kesuksesan.Semoga kita bisa menapakinya. Aamiin.*