Alhamdulillah, akhirnya lama kelamaan aku merasa nyaman menutup aurat sesuai syariah Islam
Jam menunjukkan pukul 12:30 WIB. Bertanda waktu masuk kampus telah tiba.
Hari itu merupakan kuliah perdana. Pertama kali masuk kampus, jantung mulai dag dig dug der. Maklum, ini pertama kalinya aku akan ‘menyicipi’ dunia baru, dunia pesantren, karena lokasi kampus ada di tengah-tengah pesantren.
Setelah beberapa menit perjalanan menuju kampus dari kos-kosan, akhirnya aku pun sampai di tujuan. Aku mengetuk pintu kelas, sambil mengucapkan salam kepada teman-teman yang telah berjubel di ruang kuliah.
Mereka menjawab salam secara bersamaan. Akupun langsung masuk dan duduk di bangku kosong. Posisinya berada di bangku barisan kedua dari belakang.
Masuk di kelas aku melihat semua teman yang akhwat pada memakai jilbab besar. Menutup sekujur tubuh mereka. Sangat bertolak belaka dengan yang aku kenakan.
Melihat pemandangan itu, ada rasa minder menggelayuti diri. Merasa paling tidak tahu tentang ilmu agama Islam.
Dalam benak aku menyimpulkan, bahwa teman – teman kuliah merupakan lulusan pondok. Atau setidaknya pernah mengenyam pendidikan di pondok.
Sedangkan aku sendiri, orang yang tidak pernah merasakan pendidikan pondok dan sekolah agama. Aku lulusan sekolah negeri yang bercampuran dengan agama lain alias ‘gado-gado.’
Mendapati kondisi demikian, sempat terbesit di hati ingin berhenti kuliah. Aku menelpon keluarga, dan menceritakan semua apa yang kurasakan.
Tapi keluarga mendorong untuk bersabar, dan memberi tahu, bahwa tidak semua mahasiswi itu lulusan pondok dan mengerti tentang pelajaran ilmu agama. Ada Sebagian dari mereka itu baru belajar.
“Kamu juga kuliah tujuannya untuk mendapatkan ilmu. Jadi kamu jangan merasa paling rendah,” kata mereka.
Mendapat nasehat demikian, akupun berjuang untuk bertahan. Beberapa bulan kuliah di kampus kemudian, barulah aku mulai faham, bahwa apa yang disampaikan saudara aku itu benar.
Setelah saling kenal satu sama lain. Saling akrab antar sesama, terbukalah tabir, bahwa tidak sedikit dari mereka yang juga baru memasuki dunia pesantren untuk pertama kalinya.
Mengetahui hal itu, semangat belajar terus membara. Tekat untuk mendalami agama pun membulat.
Terlebih, sistem yang diterapkan di kampus, bernar-benar mencoba menerapkan prinsip-prinsip dasar dalam berislam secara kaaffah (totalitas).
Sebagai contoh. Pada saat adzan berkemandang, aktivitas perkuliahan diberhentikan. Semua mahasiswa malaksanakan sholat.
Yang ikhwan/laki-laki sholat di masjid dan akhwat/mahasiswinya sholat di musholla. Dulu aku sholat sering bolong.
Alhamdulillah, setelah kuliah di lingkungan pesantren dan bersua dengan teman-teman yang sefikroh, sholat mulai terjaga. Antar kawan saling mengingatkan. Suasana yang benar-benar belum pernah aku rasakan sebelumnya.
Semenjak kuliah di kampus yang berbasis pesantren itu, aku banyak mendapatkan ilmu agama yang sebelumnya benar-benar tidak aku ketahui. Seperti bagaimana cara menutup aurat sesuai dengan syariah Islam dan bagaimana kita berinteraksi dengan yang bukan mahram/lawan jenis.
Setelah mengetahui itu semua, aku pun mulai memperaktikannya dalam kehidupan sehari – hari, walaupun di dalam realisasinya itu terkadang membuat gerah karena belum terbiasa.
Alhamdulillah, akhirnya lama kelamaan aku merasa nyaman menutup aurat sesuai syariah Islam. Jujur, dulunya aku menutup aurat belum sesuai dengan tuntunan syariah Islam. Alias sekedarnya saja.
Kini, setelah aku mendapatkan ilmunya, aku merasa senang dan bahagia. Mohon doanya, semoga aku bisa istiqomah dalam mempraktikkan segala hal yang didapat dalam studi di perguruan tinggi ini. Aamiin.
*Sebagaimana yang dikisahkan Fulanah kepada Mulia