15605203755d03a6b76f765

Keburukan Diri Sendiri

Tidaklah pantas seorang Muslimah menyandarkan keburukan diri sendiri kepada orang lain 

Oleh: Sarah Zakiyah

Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, istri Nuh dan istri Luth. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami, lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya, maka kedua suaminya tidak dapat membantu mereka sedikitpun dari siksa Allah, dan dikatakan kepada keduanya, masuklah kalian ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).” (QS: At-Tahrim: 10).

Sering kali kita mendengar orang mengatakan, “Aku menjadi seperti ini (buruk/ nakal) karena dia” atau kalimat semisalnya. Kemudian muncullah pernyataan-pernyataan yang menyalahkan teman, pasangan, lingkungan, bahkan orang tua. 

Memang teman dekat adalah orang yang paling mudah memengaruhi dan merubah perangai seseorang. Rasulullah ﷺ memberi tips untuk mengetahui seseorang cukuplah dengan melihat siapa teman dekatnya. 

Walaupun demikian, baik buruknya seseorang bukanlah karena sebab orang terdekatnya, tetapi karena pilihan dirinya sendiri untuk menjadi baik atau buruk.

Terjemahan ayat ke-10 dari surah At-Tahrim di atas adalah sebuah penegasan bahwa keimanan yang merupakan inti dari semua kebaikan menjadi tanggung jawab pribadi.

Kedekatan istri Nabi Nuh dan istri Nabi Luth dengan suami mereka tidak menjamin mereka menjadi mukminah dan berbuat kebaikan. Justru karena sebab istri Nabi Nuh, dia dan anaknya turut diadzab Allah dengan ditenggelamkan dalam banjir besar, dan karena sebab membocorkan kedatangan tamu (malaikat yang menyerupai pria tampan) Nabi Luth kepada kaumnya (kaum Sodom yang homoseksual), istri Nabi Luth diadzab bersama kaumnya.

Kita sering mendengar ataupun membaca tentang inner child, toxic parent, toxic relationship, toxic friendship, maupun istilah-istilah semisalnya. 

Semua itu menunjukkan bahwa kita tidak dapat steril dari keburukan. Tapi bukan berarti keburukan yang kita terima untuk menyalahkan orang-orang terdekat kita sebagai penyebab kita menjadi buruk menjalani kehidupan. 

Jika kita membuka kembali perjalanan hidup Rasulullah Muhammad ﷺ, kita akan mendapatkan bahwa semua keburukan yang kita alami tidaklah sebanding dengan apa yang telah dialami oleh beliau, tapi beliau tidak pernah menyalahkan orang lain atas keburukan yang menimpa beliau.

Dalam Al-Quran, Allah Swt menegaskan bahwa kebaikan dan keburukan seseorang bukanlah tanggung jawab orang lain, melainkan pilihan diri sendiri dan hasilnya ditanggung oleh dirinya sendiri. 

Al-Quran mengingatkan banyak tentang hal ini.  “Siapa yang mengikuti petunjuk sesungguhnya petunjuk itu untuk kebaikan dirinya sendiri (QS: Yunus:108); barangsiapa yang bersyukur sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri (QS: An-Naml:40); barangsiapa yang berjihad/ bersungguh-sungguh sesungguhnya kesungguhan itu untuk dirinya sendiri (QS: Al-Ankabut:6), dll.  

Kisah kehidupan Baginda Muhammad ﷺ dari sejak dilahirkan hingga wafat dan kisah istri Nabi Nuh dan juga Nabi luth, menyadarkan muslimah bahwa tidaklah pantas menyandarkan keburukan diri sendiri kepada orang lain.

Tidak selayaknya menyalahkan orang lain atas trauma kehidupan yang didapatkan, dan tidaklah pantas mengkambinghitamkan orang lain atas balasan keburukan yang dilakukan diri sendiri, sebagaimana yang akan dilakukan kelak oleh orang-orang yang diadzab oleh Allah Ta’ala di dalam neraka atas kekufuran mereka. Wallahu A’lamu bishawab.*

Berita Terkait

Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Merupakan lembaga amil zakat yang bergerak dalam penghimpunan dana Zakat, infaq, sedekah, Wakaf dan Hibah berikut dana sosial kemanusiaan dan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, dan melakukan distribusi melalui program pendidikan, dakwah, sosial kemanusiaan dan ekonomi secara nasional.