6138b6a4a1efc

Keberlangsungan Kehidupan 

Dunia makin menua secara cepat, negara-negara maju dan Barat kebingungan rakyatnya malas menikah dan memiliki anak, sementara LGBT justru dilegalkan 

Choi Jung-hee, seorang pekerja kantoran di Korea Selatan,  baru saja menikah. Namun tidak memiliki rencana untuk memiliki anak. Baginya, hidup bersama suami adalah hal paling utama.

“Kami menginginkan kehidupan yang menyenangkan bersama, dan meskipun orang mengatakan memiliki anak dapat memberi kami kebahagiaan, itu juga berarti harus banyak menyerah,” kata dia.

Adalah Liao Yueyi, seorang pengangguran berusia 24 tahun di China, yang menyatakan bahwa dia memutuskan untuk tidak memiliki anak. “Tidak ada pernikahan atau anak adalah keputusan yang saya ambil setelah mempertimbangkan secara mendalam,” tulisnya di WeChat.

Tren malas memiliki anak –bahkan ogah menikah—telah melanda negara-negara maju, bahkan masuk pada kategori mencemaskan.

Di Korea Selatan misalnya, jumlah populasi penduduknya menyusut untuk pertama kalinya pada tahun 2021, dan diperkirakan akan terus menurun dari saat ini 52 juta menjadi 38 juta, pada tahun 2070.

Pemerintah setempat sudah menjanjikan hadiah uang tunai, perawatan kesuburan, pengobatan, bahkan pinjaman agar masyarakat bisa memiliki anak.  Namun menurut Jung Chang-lyul, profesor kesejahteraan sosial di Universitas Dankook, hal ini ‘sama sekali tidak berguna’.

“Mereka yang tidak mampu secara finansial berpikir bahwa melahirkan seorang anak seperti melakukan dosa,” katanya.

Penduduk Dunia semakin Menua

Dalam sebuah survei tahun 2021 di China ditemukan  hampir 50 persen wanita muda yang tinggal di kota-kota China tak tertarik menikah.

Data dari survei baru populasi urban muda China oleh Liga Pemuda Komunis China menemukan. Data diambil dari 2.905 pemuda yang belum menikah dan tinggal di perkotaan dengan rentang usia 18-26 tahun menjadi responden dalam survei ini.

Perdana Menteri China Li Qiang sudah mendorong warganya untuk menikah dan melahirkan. Himbauan ini dilakukan mengingat populasi lajang di China di atas 15 tahun makin menumpuk. 

Sementara angka pernikahan mencapai rekor terendah pada tahun 2022. Tingkat kesuburan China masuk salah satu yang terendah di dunia, diperkirakan turun ke rekor terendah 1,09 pada tahun 2022. 

Negara lain yang ikut mengalami krisis kelahiran adalah; Ukraina, Italia, Portugal, Polandia, Rumania, juga Yunani. Sementara Rusia, Jerman, Korea Selatan dan Spanyol populasi penduduk mereka diprediksi mulai menurun pada tahun 2030.

Dunia Menua

Dunia menghadapi fenomena resesi seks dan populasi penduduk di banyak negara mulai surut beberapa dekade terakhir.

Tingkat kesuburan (fertility rate) di Korea, Jepang, China, Amerika Serikat, Eropa Barat, dan beberapa negara kaya lainnya anjlok hingga di bawah “tingkat-penggantian” alias replacement level.

Replacement level merujuk pada tingkat kesuburan yang dapat “menjaga” penduduk pada jumlah yang tetap atau pertumbuhan nol. Di negara maju, replacement level terjadi jika tiap perempuan rata-rata melahirkan 2,1 anak sepanjang hidupnya.

Fenomena ini menyebabkan populasi penduduk dunia menua (Ageing population) dengan cepat. Tahun 2020, 1 miliar orang di dunia adalah lanjut usia (lansia) atau berusia 60 tahun ke atas.

Angka itu diperkirakan akan meningkat menjadi 1,4 miliar pada tahun 2030. Sementara tahun 2050, penduduk berusia 60 tahun ke atas akan meningkat dua kali lipat hingga menjadi 2,1 miliar dan penduduk usia 80 tahun ke atas meningkat tiga kali periode 2020-2050 nanti. 

Dunia Barat kebingungan hingga ia mengalami gangguan identitas disosiatif. Mereka pusing mengatasi populasi penduduknya yang masih sedikit, sementara seks bebas, LGBT yang justru sumber utama menghambat keberlangsungan hidup didukung penuh.

Dalam Al-Quran Allah Swt menyebutkan, manusia diturunkan sebagai khalifah di muka bumi. Tugas berat ini mengharuskan setiap manusia harus memiliki kemampuan mengelola alam dan semesta, termasuk melanjutkan keberlangsungan keturunan yang baik, satu hal yang tidak dikenal di Barat dan agama lain. []  

Jendela 2

Menyiapkan Generasi Pelanjut

Di tengah kegalauan dunia dan resesi seksual, Islamlah satu-satunya jawaban kegalauan dunia saat ini

Di seluruh dunia, pernikahan mengalami penurunan dan jumlah orang yang membujang terus meningkat. Itulah beberapa kesimpulan dari laporan penting berjudul “Families in a Changing World,” (Keluarga di Dunia yang Berubah), yang dirilis PBB pada musim panas tahun 2019.

Di tengah kegalauan dunia –khususnya Barat— yang telah mengalami resesi seksual, kabar gembira datang dari dunia Islam.

Laporan Forum Agama & Kehidupan Publik Pew Research Center menemukan, populasi Muslim dunia diperkirakan akan meningkat sekitar 35% dalam 20 tahun ke depan. 

Lembaga ini memprediksi, populasi Muslim akan meningkat dari 1,6 miliar pada tahun 2010 menjadi 2,2 miliar pada tahun 2030. 

Secara global, populasi Muslim diperkirakan akan tumbuh sekitar dua kali lipat dibandingkan populasi non-Muslim selama dua dekade mendatang. 

Jika tren saat ini terus berlanjut, umat Islam akan mencapai 26,4% dari perkiraan total populasi dunia sebesar 8,3 miliar pada tahun 2030, naik dari 23,4% dari perkiraan populasi dunia pada tahun 2010 sebesar 6,9 miliar.

Keberlangsungan Generasi

Islam adalah satu-satunya agama yang mengatur segala hal dari hal terkecil sampai hal terbesar, dari urusan cebok sampai urusan langit.

Di antara satu yang diurus Islam (melalui Al-Quran dan Hadits) adalah bagaimana menyiapkan generasi dan pentingnya menikah dan menjaga keturunan. 

Menikah dan memiliki keturunan dalam Islam merupakan Sunnah dan anjuran Baginda Muhammad  ﷺ.

Anas bin malik radhiyallahu ‘anhu berkata, yang artinya: “Rasulullah memerintahkan untuk menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, “nikahilah wanita yang penyayang dan subur karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat.” (HR. Ibnu Hibban)

Dari perkataan Nabi di atas sudah sangat jelas bahwasanya childfree –apalagi sampai sengaja menjomblo layaknya tren di Barat– merupakan konsep yang tidak dikenal dalam ajaran Islam. 

Al-Quran menyebut anak adalah perhiasan dunia. “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS: Al-Kahfi [18]: 46).

Di antara fungsi yang dapat dilihat dari pernikahan adalah; menjaga kesucian diri dan bersikap iffah (menahan dari apa yang diharamkan), membangun keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah (keluarga yang diselimuti ketentraman, kecintaan, serta rasa kasih sayang), pendidikan akhlak, dan menjaga garis keturunan yang jelas dan terhormat. 

Hasan Sayyid Hamid Khitab dalam kitab Maqasidun Nikah, mengutip pendapat Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, bahwa tujuan pernikahan adalah menjaga keberlangsungan hidup manusia. Dengan adanya pernikahan, umat Islam dapat melahirkan anak-anak shalih dan shalehah, hal yang tidak pernah dikenal di Barat.

Alasan ini secara hakikat juga menjadi alasan disyariatkannya pernikahan. Karenanya tidak mungkin terbayang adanya anak salih tanpa pernikahan, sehingga menikah adalah sebab yang menjadi perantaranya.” (dalam Maqasidun Nikah wa Atsariha Dirasatan Fiqhiyyatan Muqaranatan).

Muhammad bin Ahmad bin Abi Sahl As-Sarakhsi dalam kitab Al-Mabsuth, mengatakan, kemaslahatan dari pernikahan tidak hanya melindungi wanita dan menghindarkan dari zina. Tapi, juga memperbanyak jumlah umat Baginda Nabi Muhammad ﷺ.

Di antaranya pula memperbanyak populasi hamba Allah dan umat Nabi Muhammad , serta memastikan kebanggaan rasul atas umatnya.” 

Islam memiliki perhatian serius tentang pentingnya menyiapkan generasi masa depan dan khalifah yang akan bertanggung jawab memakmurkan bumi, melestarikannya dengan berbagai usaha yang baik (amal shaleh), sehingga bumi ini menjadi tempat yang baik dan bermanfaat untuk semua mahkluk (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur). 

Proses penyiapan ini berlangsung bukan hanya saat generasi baru dilahirkan ke muka bumi ini, bahkan dimulai dengan anjuran memiliki calon ibu itu sendiri yang akan melahirkan generasi masa depan.

Generasi masa depan atau yang sering kita sebut atau “keturunan” dalam Islam mendapat perhatian penting, mengingat tugas dari Allah Swt kepada kita semua untuk menjadi penanggung jawab bumi (khalifah) sekaligus pemimpin dari generasi ke generasi.

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memujiMu dan menyucikan nama–Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS: al-Baqarah: 30).

Dalam Surat lain disebutkan; “Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada pasangan kami dan keturunan kami sebagai penenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS: al-Furqan: 74).

Karena itu, Al-Quran  mengajarkan para orang tua Muslim untuk senantiasa berdoa agar mendapat keturunan yang baik. Hal ini tidaklah akan terjadi ketika nilai-nilai sakral pernikahan telah rusak diganti kumpul kebo, seks bebas, bahkan tradisi LGBT ala Barat seperti saat ini.

Dengan kata lain, bahwa Islamlah satu-satunya jawaban dari kegalauan dunia saat ini.*

Berita Terkait

Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Merupakan lembaga amil zakat yang bergerak dalam penghimpunan dana Zakat, infaq, sedekah, Wakaf dan Hibah berikut dana sosial kemanusiaan dan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, dan melakukan distribusi melalui program pendidikan, dakwah, sosial kemanusiaan dan ekonomi secara nasional.