b90526fc4f6442c9cfbb07f71ba11dd7.jpg

Idul Fitri, Titik Perubahan Diri

Berakhirnya bulan Ramadhan, berarti tanda berlanjutnya ibadah dan kebiasaan-kebiasaan baik pada bulan setelahnya

Matahari terbenam di ufuk barat, menandai bermulanya 1 Syawal, mengantar kepergian bulan Ramadhan dan menyambut datangnya ldul Fitri.

Idul Fitri ditandai kumandang takbir, tahlil, tahmid, dan memuji kebesaran dan kemuliaan Allah SWT. Sebulan kita berpuasa, menahan diri dari makan, minum, jimak dan segala sesuatu yang membatalkannya dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari.

Pada malam harinya kita shalat tarawih, membaca Al-Quran, berzikir dan berdo’a kepada Allah, memohonkan ma’unah, maghfirah dan ampunan-Nya.

Ramadhan melatih kita mengendalikan hawa nafsu, menempa jiwa, watak dan kepribadian kita agar kita menjadi orang yang bertaqwa, taat dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya.

Beranjak Dewasa

Setelah sebulan umat Islam didorong untuk berlomba-lomba berbuat kebaikan dan meraih ampunan, selanjutnya, ditutup dengan yaumul-fithr (hari berbuka) atau hari Idul Fitri, yang maksudnya kemenangan bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh mengisi Ramadhan dengan ibadah dan ketakwaan.

Setidaknya ada 4 hikmah Muslim merayakan Idul Fitri;

Pertama; kemenangan 

Saat puasa berakhir, Allah memerintahkan kepada umat muslim untuk merayakannya. Hal ini diananggap berhasil mengendalikan dirinya dari hawa nafsu berlebihan dan perbuatan yang buruk.

Puasa adalah alternatif yang diberikan oleh Allah untuk kita agar mengendalikan diri. Karenanya, merayakan keberhasilan menahan hawa nafsu di antara makna dan hikmah Idul Fitri.

Kedua, kembali pada fitrah

Hari Raya Idul Fitri mengembalikan kita kepada fitrah, seolah bayi yang suci dan baru dilahirkan. 

Abu Hurairah berkata, Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya: “Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap pahala (dan ridha Allah), maka niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”. (HR. Bukhari).

Ketiga, penyambung silaturahim

Idul fitri adalah media penyambung silaturahim. Mungkin kita terlalu sibuk hingga jarang berkomunikasi dengan teman, kerabat, keluarga besar. Kini saatnya kembali menyambung tali silaturahim.

Keempat, terus bersyukur

Idul Fitri momen mengingatkan kita untuk terus bersyukur, bahwa kita masih diberi kesempatan hidup dan beribadah. Bentuk syukur diungkapkan dengan ucapan Alhamdulillah, berbuat baik, dan bersedekah. 

Kelima, titik awal menjadi lebih baik

Idul Fitri menjadi titik tolak bagi kita dan awal memperbaiki diri menjadi lebih baik. Setelah selama sebulan penuh menempa diri dengan kebaikan melalui ibadah puasa, shalat, mengaji, dan membayar zakat. 

Sungguh indah perumpamaan Imam Ibnu Rajab al-Hambali tentang mukmin setelah berlalunya bulan Ramadhan. Beliau mengibaratkan seorang anak kecil yang sedang menyusu ibunya lalu kemudian disapih karena sudah dewasa.

“Wahai anak muda yang bertobat, apakah kalian akan kembali menyusu pada puting hawa nafsu setelah kalian menyapih diri, sungguh menyusu itu baik untuk anak kecil, tapi tidak untuk manusia dewasa,” demikian kata Ibnu Rajab. []

Jendela2:

Silaturahmi dan Berbagi

Di antara tradisi yang dianjurkan saat Idul Fitri adalah bersilaturahim dan bersedekah 

Idul fitri berasal dari dua kata “id” dan “al-fitri”. Id secara bahasa berasal dari kata aada – ya’uudu, yang artinya kembali. Hari raya disebut ‘id karena hari raya terjadi secara berulang-ulang, dimeriahkan setiap tahun, pada waktu yang sama. 

Sedangkan kata fitri memiliki dua makna yang berbeda menurut beberapa pendapat. Kata fitri bisa berarti “berbuka atau sarapan ” dan “suci”

Idul Fitri memiliki makna kembali berbuka atau sarapan dan bisa bermakna kembali bersih suci. 

Di Indonesia kita mengenal istilah THR atau Tunjangan Hari Raya yang diperuntukkan karyawan atau pekerja saat Idul Fitri. Namun saat ini, istilah itu telah bias, sebab THR bisa berarti bagi-bagi amplok dari sanak keluarga di saat hari raya Idul Fitri.

Tradisi sedekah dan berbagi ini juga banyak dilakukan di negeri-negeri Muslim, saat menyambut Idul Fitri.  Termasuk di Malaysia, Brunei, Turki dan beberapa negeri Muslim lain dengan istilah dan nama berbeda.

Karenanya, selain bersilaturahim ke sanak, saudara, kerabat, teman, tradisi yang menyertai perayaan Idul Fitri adalah bersedekah dan berbagi.

Sesungguhnya, bersedekah merupakan anjuran Rasul ﷺ. Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah dalam buku Al-Jami’ fil Fiqhi An-Nisa’, menyebut bersedekah pada hari Idul Fitri disunnahkan terutama bagi kaum wanita.

Syaikh ‘Uwaidah berpendapat demikian lantaran mengambil dalil dari hadits riwayat Bukhari dari Jabir bin Abdullah. Jabir mengatakan:

“Nabi ﷺ mengerjakan shalat pada hari raya Idul Fitri. Pertama beliau mengerjakan sholat, lalu berkhutbah. Ketika selesai khutbah, beliau turun dari mimbar dan mendatangi kaum wanita, lalu mengingatkan mereka (untuk bersedekah).

Sedang beliau dalam keadaan bersandar pada tangan Bilal. Sementara Bilal sendiri mengembangkan kain jubahnya untuk selanjutnya para wanita itu meletakkan sedekah ke dalamnya.

Aku bertanya kepada Atha’, ‘Apakah itu zakat fitri?’ Atha` menjawab, ‘Tidak, akan tetapi itu adalah sedekah yang dikeluarkan pada hari tersebut.’

Ada di antara mereka yang melepas cincin dan menyerahkannya, dan wanita lainnya meletakkan apa saja yang mereka miliki di atas baju (kain) yang dibentangkan oleh Bilal.

Aku tanyakan lagi (kepada Atha’), ‘Adakah imam pada zaman sekarang ini berhak berbuat demikian dan memberikan peringatan kepada kaum wanita?’ Atha` menjawab, ‘Sesungguhnya yang demikian itu merupakan hak atas mereka. Jadi, mengapa mereka tidak mengamalkannya?.” (HR Bukhari). 

Dalam sebuah hadits lain disebutkan, Rasulullah ﷺ saat lebaran Idul Fitri menyuruh masyarakat untuk bersedekah. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri  Rasulullah bersabda yang artinya:

“Suatu ketika Rasulullah keluar menuju masjid guna menunaikan ibadah shalat Idul Adha atau Idul Fitri. Sehabis shalat, beliau menghadap warga sekitar, memberikan petuah-petuah kepada masyarakat dan menyuruh mereka untuk bersedekah. ‘Wahai para manusia. Bersedekahlah!’, demikian pesan Nabi.” (HR. Bukhari: 1462). []

Jendela3

Amalan-Amalan di Bulan Syawal

Apa yang sudah kita dijalankan secara rutin selama bulan Ramadhan harus kita dijaga hingga bertemu bulan suci lagi

Usai ditinggalkan bulan Ramadhan, biasanya amal ibadah mulai mengendur. Padahal, tujuan puasa agar seorang hamba senantiasa bertakwa setiap saat, bahkan setelah Ramadhan.  

Di bulan Syawal ini, banyak amalan sesuai tuntunan Nabi ﷺ yang dapat kita laksanakan. Berikut 4 amalan di bulan Syawal:

Pertama,  puasa sunnah 6 hari

“Sungguh Rasulullah bersabda, “Siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian diiringi dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR: Muslim)

Kedua, menikah

Amalan yang dianjurkan pada bulan Syawal berikutnya adalah amalan paling diidamkan, yaitu menikah. Dalam hadits riwayat istri Nabi, Aisyah ra berkata yang artinya:

“Rasulullah menikahiku pada bulan Syawal, dan mulai berumah tangga bersamaku pada bulan Syawal, maka tidak ada di antara istri-istri Rasulullah ﷺ yang lebih mendapatkan keberuntungan daripadaku.” Periwayat hadits berkata, “Oleh karena itu, ‘Aisyah sangat senang menikahkan para wanita di bulan Syawal.” (HR. Muslim).

Ketiga, menjaga sholat fardhu dan Sunnah

Allah berfirman dalam Surat QS Al-Baqarah ayat 238;  “Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’. 

Karena itu hendaklah apa yang sudah kita dijalankan secara rutin selama bulan Ramadhan terus dijaga di luar bulan suci.

Keempat, menjaga shalat malam

Penyakit setelah berlalunya Ramadhan adalah masjid-masjid mulai kosong. Saat Ramadhan masjid penuh orang qiyamul lail (shalat tarawih), dan ketika usai Ramadhan sepi lagi. 

Padahal jika pendidikan Ramadhan kita berjalan baik, pasti setelah berlalunya bulan suci, membuahkan kebaikan di bulan selanjutnya.

Shalat malam adalah sebaik-baik shalat setelah shalat wajib. Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda, yang artinya;

“Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah –Muharram-. Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim).

Berita Terkait

Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Merupakan lembaga amil zakat yang bergerak dalam penghimpunan dana Zakat, infaq, sedekah, Wakaf dan Hibah berikut dana sosial kemanusiaan dan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, dan melakukan distribusi melalui program pendidikan, dakwah, sosial kemanusiaan dan ekonomi secara nasional.