Lebah-madu2.jpg

Idul Fitri dan Pesona Lebah

Lebah selalu mencukupkan diri dengan asupan yang baik-baik, dan memberi hasil yang bermanfaat bagi pihak lain

Oleh: Khairul Hibri

Di antara buah dari ibadah sholat adalah mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan munkar. Jadi, ketika didapati seseorang yang tekun menjalankan ibadah sholat, namun di kehidupan sosial berperilaku bertentangan dengan apa yang seharusnya, maka bisa didiagnosa bahwa sholat yang dilakukan ada persoalan. 

Hal ini karena ada satu kepastian terkait dengan janji-janji yang termaktub dalam Al-Quran ataupun as-Sunnah, yang tidak mungkin bohong. Jadi, ketika yang nampak adalah kebalikannya, maka personal itulah yang tengah bermasalah, bukan dalil syar’inya. 

3 Dimensi  

Setidaknya tiga hal yang bisa menjadi perubahan pribadi, setelah melaksanakan ibadah Ramadhan. 

Pertama; merasa senantiasa diawasi Allah SWT (muqorrobah). Hal ini tak terlepas dari status ibadah puasa yang terkategori sirriyah alias tersembunyi. 

Pelaku dan Allah semata yang mengetahui seseorang benar-benar berpuasa atau berpura-pura. 

Orang yang memiliki konsep hidup seperti ini, sudah tentu akan senantiasa berhati-hati dalam mengarungi kehidupan. Ia takkan gegabah bertindak-tanduk. 

Ia akan selalu berpatokan ridha Allah, karena ia yakin Allah Maha menyaksikan segala gelagatnya, bahkan apa yang terlintas dalam pikiran. 

Lihatlah bagaimana tukang pengembala domba ataupun gadis penjual susu di masa Umar bin Khattab. 

Keduanya tidak ingin berbuat curang, meski peluang terbuka lebar, lantaran takut kepada Allah yang Maha mengetahui. Maka terhindarlah mereka dari perilaku culas. 

Sungguh akan sangat memberi dampak positif bagi kemakmuran masyarakat, kiranya selepas puasa dan hari raya ini, masyarakat Indonesia, khususnya para penguasa dan pejabat, memiliki karakter macam ini dalam menjalankan amanah. 

Maka, anggaran-anggaran pun akan tepat sasaran dan sesuai dengan nominal yang ditetapkan. Bukan diembat sebagian, seperti yang lazim terjadi saat ini. 

Kedua; menjaga lisan 

Menjaga lisan dari perkataan buruk, seperti dusta, menjadi ajaran yang tak pisahkan dalam ibadah puasa. Bahkan menahan diri dengan mengatakan ‘Aku tengah berpuasa,’ itu amat dianjurkan daripada terpancing untuk meladeni sesuatu yang kurang berguna apalagi merugikan. 

Dalam konteks kekinian, ‘julid’ seperti hal yang telah lumrah untuk dilakukan. Terutama di media sosial. Netizen Indonesia dikenal ‘keras dan pedas’ ketika mengomentari sesuatu. 

Masalahnya, tidak sedikit yang kurang pilah-pilih dalam mengutarakan komentar. Pun demikian diksi yang digunakan. 

Tak jarang berisi sumpah serapah dan caci maki, hingga hoaks. Padahal, jelas semua ini dilarang dalam Islam. 

Maka, usai Ramadhan ini, harus melatih diri untuk tidak sembarang dalam berkomentar. Silakan sampaikan kritik bila itu dipandang perlu, tapi tetap bil hikmah

Lihatlah, sejahat-jahat Fir’aun, Nabi Musa tetap dituntun Allah agar menyeru Fir’aun ke jalan yang benar dengan cara lemah-lembut. 

Ketiga;  senantiasa menolong orang lain. Jiwa sosial umat Islam pada Ramadhan sangatlah tinggi. 

Maka, hal positif ini haruslah tetap terjaga. Dengan senantiasa memberi hadiah semisal inilah, kasih-sayang akan tumbuh antar anak bangsa. 

Kiranya, tiga hal ini bisa kita lakukan, maka tak ubahnya kita tengah berperilaku bak lebah, yang senantiasa melakukan titah dari Tuhan-Nya, mencukupkan diri dengan asupan yang baik-baik, dan senantiasa memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi pihak lain.

Berita Terkait

Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Merupakan lembaga amil zakat yang bergerak dalam penghimpunan dana Zakat, infaq, sedekah, Wakaf dan Hibah berikut dana sosial kemanusiaan dan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, dan melakukan distribusi melalui program pendidikan, dakwah, sosial kemanusiaan dan ekonomi secara nasional.