DuniaIslam-Madrasah-India2

‘Hilangnya’ Madrasah di Uttar Pradesh, India

Perintah Pengadilan Tinggi Allahabad berdampak pada 2,7 juta siswa dan 10.000 guru di 25.000 madrasah, kata Iftikhar Ahmed Javed, kepala dewan pendidikan madrasah di negara bagian Uttar Pradesh

Sedikitnya 2,7 juta siswa dan 10 ribu guru Muslim terancam berhenti melakukan kegiatan belajar-mengajar setelah Pengadilan Tinggi Kota Allahabad, di Provinsi  Uttar Pradesh, India, memutuskan Undang-Undang tahun 2004 – yang mengatur sekolah madrasah– dinilai tidak konstitusional dan melanggar prinsip sekularisme.

Pembatalan ini menjadikan madrasah harus mengikuti ketentuan pemerintah Hindu dimana semua siswa akan dipindahkan ke sekolah konvensional.

‘’Pemerintahan negara bagian juga harus menjamin anak-anak berusia 6 sampai 14 tahun untuk mendaftarkan sekolah di lembaga yang diakui konstitusi,’’ kata hakim Subhash Vidyarthi and Vivek Chaudhary dalam putusan pengadilan seperti diberitakan Reuters, Sabtu (23/3/2024).

Iftikhar Ahmed Javed, kepala dewan pendidikan madrasah di negara bagian tersebut mengatakan, keputusan pengadilan akan berdampak pada 2,7 juta siswa dan 10.000 guru di 25.000 madrasah. 

“Lebih dari 21.000 guru akan kehilangan pekerjaan mereka. Siswa dan guru Muslim akan kembali ke masa 30 tahun yang lalu,” kata Ahmed Javed, pada Reuters.

Dengan keputusan ini, pemerintah Uttar Pradesh juga akan menghentikan pendanaan program Madrasah yang sudah diresmikan bulan Maret 2022, lapor Reuters

Rakesh Tripathi, juru bicara BJP Uttar Pradesh mengklaim pihaknya tidak diskriminasi terhadap Muslim. Ia berdalih bahwa pemerintahan justru “prihatin” nasib pendidikan siswa Muslim.

“Saya seorang Hindu dan saya sering mengunjungi komunitas Muslim dan mendapat dukungan baik dari mereka,” katanya. 

Javed mengatakan kehadiran madrasah selama ini justru membantu negara, mengingat, pendidikan formal menjadi sesuatu yang sulit dijangkau penduduk miskin.

“Selama ini masyarakat miskin menyekolahkan anaknya ke madrasah yang memberikan pendidikan gratis melalui infak dan zakat. Menutupnya akan meningkatkan angka buta huruf,” kata Javed.

Faiyaz Ahmed Misbahi (36), seorang guru madrasah di Balrampur, yang juga koordinator zona Asosiasi Guru Madaris Arabiya Uttar Pradesh mempertanyakan penghapusan madrasah yang kehadiranya justru memberikan pendidikan berkualitas siswa yang sulit masuk di pendidikan reguler. 

“Di madrasah, kami memberikan pendidikan gratis kepada anak-anak beserta makanan dan fasilitas kesehatan,” kata Misbahi.

Menurut Misbahi, tuduhan bahwa madrasah tertinggal dalam menyediakan pendidikan yang berkualitas tidaklah akurat.  Banyak alumni madrasah justru masuk menjadi pegawai negeri, petugas IAS, mendapatkan gelar bidang hukum, dan lulus tes masuk kedokteran. 

Tidak sedikit pula alumni madrasah menjadi profesor di Universitas Hindu Banaras, Universitas Muslim Aligarh dan Universitas Jamia Millia Islamia, tambah Khan.

Karenanya ia menilai, keputusan pengadilan adalah bentuk lain diskriminasi negara dalam dunia pendidikan. “Tindakan negara seperti itu tidak hanya inkonstitusional tetapi juga sangat memecah belah masyarakat berdasarkan agama,” katanya.

Muslim India mayoritas Sunni, berjumlah sekitar 15 persen dari 80 persen populasi umat ​​​​Hindu.

Sentimen anti-Muslim meningkat di bawah kepemimpinan PM Narendra Modi dan Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa, yang menjalankan agenda nasionalis Hindu sejak terpilih tahun 2014. 

Pemerintah bahkan mendorong kebijakan kontroversial yang secara eksplisit mengabaikan hak-hak umat Islam, membatasi kebebasan beragama, dan mencabut hak jutaan umat Islam.*

Berita Terkait

Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Merupakan lembaga amil zakat yang bergerak dalam penghimpunan dana Zakat, infaq, sedekah, Wakaf dan Hibah berikut dana sosial kemanusiaan dan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, dan melakukan distribusi melalui program pendidikan, dakwah, sosial kemanusiaan dan ekonomi secara nasional.