Lembaga Islam dan negara Muslim berbagi Al-Quran terjemah untuk melawan para pembenci, agar lebih memahami Islam
Janine van den Bercken dari Kota Gelderland, bukanlah orang religius dan bukan Muslim. Ia bahkan tidak pernah tertarik dengan Al-Quran.
Namun sejak maraknya aksi pembakaran kitab suci umat Islam ini, sikapnya justru berbalik, khususnya setelah kelompok radikal PEGIDA, membakar Al-Quran di Arnhem belum lama ini.
“Saya pikir, jika mereka ingin menyalakan api, saya akan membacanya,” ujarnya kepada media Belanda, geenstijl.
Janine memutuskan membaca Al-Quran sebagai bentuk protes adanya diskriminasi pada kelompok Muslim. “Saya berpikir, jika mereka ingin membakar Al-Quran, saya akan membacanya,” katanya yang telah membeli satu mushaf terjemahan Al-Quran.
Diskriminasi terhadap Musim meningkat di Belanda. Institut Hak Asasi Manusia Belanda menerima laporan sebanyak 52 aksi diskriminasi dan Islamofobia di negeri kincir angin itu.
Meski demikian, banyak orang non-Muslim berpikiran sama dengan Janine, yang berbalik melawan diskriminasi.
Membagi Al-Quran, Bukan Melawan
Selama lebih kurang 10 tahun ini marak aksi penodaan Al-Quran di berbagai belahan dunia. Tahun 2005, umat Islam seluruh dunia marah atas tuduhan penodaan Al-Quran oleh investigator AS di depan tahanan Muslim di kamp militer Amerika Serikat di Teluk Guantanamo di Kuba.
Aksi pembakaran Al-Quran dilanjutkan oleh pendeta Kristen Terry Jones, sebuah pemimpin gereja di Gainesville, Florida, AS (2010). Lalu dilanjutkan aksi pembakaran Al-Quran di Inggris (2010), pembakaran di Oslo, Norwegia oleh Lars Thorsen Norwegia (2022), pembakaran Ramus Paludan ketua partai politik Denmark sayap kanan jauh Stram Kurs (2023), pembakaran oleh Salwan Monika di luar Masjid Agung Stockholm Swedia (2023) dan tahun 2024 pembakaran Al-Quran oleh aktivis Pegida, Edwin Wagensveld di Belanda.
Guna melawan aksi pembakaran Al-Quran yang banyak dilakukan kelompok-kelompok sayap kanan, termasuk seperti PEGIDA, baru-baru ini komunitas Muslim melakukan aksi simpatik, berbagi Al-Quran terjemahan ke publik non-Muslim.
Menurut Galip Aydemir, Presiden Yayasan Masjid Arnhem Türkiyem, di Belanda, mengatakan, tujuan bagi-bagi terjemahan Al-Quran ini sebagai cara menunjukkan kepada masyarakat kesucian Islam isi kandungan Al-Quran.
Komunitas Muslim Belanda melakukan edukasi ke masyarakat lebih baik membaca isinya daripada membakarnya. Aksi bagi-bagi Al-Quran disertai penyebaran pamflet tentang “apa itu Islam” secara gratis.
“Jangan Dibakar, Baca Saja!” demikian salah satu kampanye oleh enam pemimpin masjid di Arnhem kepada Anadolu Agency.
Arnhem, kota di bagian timur Belanda, tempat Edwin Wagensveld, pemimpin sayap kanan PEGIDA cabang Belanda, yang mendalangi aksi pembakaran Al-Quran pada 13 Januari 2024.
Distribusikan Jutaan Al-Quran
Sebelumnya, aksi simpati juga dilakukan beberapa Negara Muslim. Kuwait, melawan islamophobia dengan mencetak sebanyak 100 ribu Al-Quran terjemahan bahasa Swedia.
Malaysia, mengalokasikan dana sebesar RM2 juta (sekitar Rp7,05 miliar) untuk mencetak dan mengedarkan 1 juta Al-Quran ke seluruh dunia.
“Kami tidak menganjurkan menanggapi dengan kekerasan, melainkan memilih berjuang dengan meningkatkan pemahaman tentang Al-Quran,” ujar PM Malaysia Anwar Ibrahim Anwar.
Pusat Percetakan Al-Quran (Majma Malik Fahd Lithiba`ah Mushaf Syariif) bahkan sudah rutin memproduksi Mushaf Al-Quran. Jumlahnya tak tanggung-tanggung, sekitar 30 juta eksemplar per tahun, disertai terjemahan berbagai bahasa.