images (5)

Seni Dakwah di Daerah Minoritas

Masjid hanya 3 buah di satu kabupaten. Sementara masyarakat masih belum leluasa menerima pendatang baru, apalagi berbeda agama  

Ustadz Jamaluddin lahir di sebuah kampung yang terletak di ujung utara pulau Bali, yaitu Desa Pagayaman. Jika Bali selama ini diidentikkan dengan nuansa Hindu, maka Pagayaman justru dikenal sebagai kampung Islam tertua di pulau wisata itu.

Sebagai anak keempat, nama Jamal sebenarnya ada tambahan “Ketut” sebagaimana tradisi orang Bali. Namun sekarang jarang dipakai. 

Sedangkan jika di kampung halamannya, ia masih sering disapa dengan nama itu. Masa kecil Jamal berubah saat memasuki masa SMP. 

Keluarganya yang saat itu hidup dalam keterbatasan ekonomi, harus memilih antara dua opsi: membiarkannya tinggal di desa untuk membantu orang tua, atau mengirimnya ke Denpasar agar bisa meningkatkan taraf hidup.

Jika tetap tinggal di desa, orang tuanya khawatir Jamal terpengaruh oleh gaya hidup yang jauh dari agama. Itulah sebabnya mereka kemudian memutuskan mengirim Jamal ke Denpasar, menjadi salah satu santri di Pondok Pesantren Hidayatullah.

“Pesantren Hidayatullah Denpasar pada waktu itu baru merintis pendidikan Madrasah Ibtidaiyah. Sehingga karena saya sudah lulus SD, maka saya tinggal di pondok, sementara sekolahnya di luar. Waktu itu teman sekelas saya dan sama-sama tinggal di pondok hanya 1 orang, namanya unik, Muhammad Alfa Edison,” kenang pria kelahiran 26 Juli 1990 itu.

Dakwah di Kolaka

Ketika nyantri di Pesantren Hidayatullah Denpasar, ada satu pesan dari gurunya, Ustadz Abdullah Ikhsan (alm), yang selalu terngiang dalam hati dan pikirannya hingga kini.

“Berdakwahlah tanpa henti dengan dilandasi kasih sayang dan cinta. Tidak ada perkataan lebih baik kecuali yang mengajak pada kebaikan.”

Ustadz Jamaluddin merasakah betul, dalam dakwah, tanpa cinta dan kasih sayang hanyalah upaya kosong yang akan melahirkan keputusasaan. Baginya, cinta dan kasih sayang adalah inti dari pesan yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ. 

Itulah Islam yang penuh dengan keselamatan, rahmat, dan keberkahan. Islam yang menebar kasih sayang kepada seluruh semesta alam.

Misi dakwah seperti itulah yang terus dipegang Jamal. Hingga ia lulus dari Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman al-Hakim (STAIL) Surabaya pada tahun 2014, kemudian ditugaskan untuk berdakwah di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Bertugas jauh dari kampung halaman tentu menjadi tantangan tersendiri. Jamal harus beradaptasi dengan lingkungan yang asing dan kondisi yang berbeda dari apa yang pernah dialami sebelumnya.

Namun, tak ada kata menyerah dalam kamus dakwah. Ia berangkat dengan semangat yang membara.

Di Kolaka Jamal memegang beberapa amanah di pesantren, mulai dari sekretaris yayasan hingga kepala SMP. Ia juga sering terjadwal khutbah Jumat dan ceramah di majelis taklim di berbagai kampung.

Suatu malam, saat pulang dari sebuah majelis taklim, ban sepeda motornya bocor. Padahal suasananya gelap dan sepi, di tengah jalan yang menanjak terjal. 

Apa boleh buat, dengan terengah-engah, motor itu harus didorong. Sampai di suatu perkampungan, Jamal berhenti. 

Beruntung ada warga yang mau membantunya. Sepeda motor itu akhirnya di bawa ke bengkel saudaranya, yang mau buka meskipun menjelang tengah malam.

Merintis Pesantren

Ustadz Jamaluddin menjalani pengabdian dakwah di Kolaka selama lima tahun. Karena ingin sambil birrul walidain merawat ibu, selanjutnya ia beserta istri dan anaknya mohon izin melanjutkan petualangan dakwah di kampung halamannya di Bali.

Jamal sekeluarga menuju Pesantren Hidayatullah Bali. Suami dari Wijdatul Ummah ini kemudian diamanahi sebagai guru, juga pengasuh, lalu mengajar di PP Tahfizhul Qur’an di daerah Babakan Sari.

Pada tahun 2023, Jamal mendapat amanah baru sebagai Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Hidayatullah Kabupaten Bangli. Sebuah tugas  yang tidak ringan, sebab daerah ini adalah satu-satunya kabupaten di Bali yang belum memiliki pesantren. 

Itulah sebabnya, Jamal dapat tugas untuk merintis pesantren. Jamal dan tim kemudian menyewa tempat untuk Rumah Qur’an.

Kegiatannya terseok-seok karena minimnya dana dan kurangnya sumber daya manusia. Mencari lahan untuk pesantren di daerah ini amat sulit, sebab hampir seluruh kawasan dimiliki oleh orang Bali (Hindu). 

Menurut data statistik 2021, total penduduk Bangli 152.470 orang, yang beragama Islam hanya 2.744 orang, itu pun tersebar di 4 kecamatan dan 72 desa. Kebanyakan mereka adalah kaum pendatang.

“Di sini minim masjid, hanya 3 unit sekabupaten. Kegiatan di masjid lebih banyak dikelola oleh penyuluh dari Kementerian Agama,” paparnya.

Langkah dakwah Jamal di Bangli baru mulai. Meski terasa berat, namun ia optimis. Apalagi ada pihak yang mendukungnya, seperti BMH dan YMB BRILiaN yang membantu armada dakwah berupa sepeda motor dan kafalah untuk operasional dakwah.

“Karena masih baru (2023), masyarakat masih belum leluasa menerima pendatang baru. Apalagi penampilan kami agak berbeda, misalnya istri bercadar. Dengan adanya bantuan ini, sangat membantu kegiatan dakwah kami, dari mengajar TPQ, mengisi taklim, hingga pendekatan dengan masyarakat. Doakan kami agar segera mendapatkan lahan dan berdiri pesantren pertama di Bangli,” pintanya.*/Siraj el-Manadhy

Berita Terkait

Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Merupakan lembaga amil zakat yang bergerak dalam penghimpunan dana Zakat, infaq, sedekah, Wakaf dan Hibah berikut dana sosial kemanusiaan dan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, dan melakukan distribusi melalui program pendidikan, dakwah, sosial kemanusiaan dan ekonomi secara nasional.