images (7)

Orang Tua Sambung,  Pelit?

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya Fitri (33), ibu dua anak, saya tertua dari 5 bersaudara.

Dulu Papa saya pengusaha toko bangunan, setelah Papa meninggal, saat kami masih SD, Mama menikah dengan karyawan. Sejak kecil saya melihat ketidak jujuran kedua orang tua (termasuk ayah sambung), dalam pembagian harta tanah dan waris. Bolehkah saya menggunakan uang hasil toko untuk keperluan adik adik tanpa izin?

Bagaimana menurut pendapat ustad?

Fitri | Jombang

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

Bu Fitri rahimakumullah, ujian bisa datang pada semua orang, termasuk Ibu. Allah berfirman yang artinya;

Dan kami jadikan sebagian kalian sebagai ujian bagi sebagian yang lain. Apakah kamu dapat bersabar? Dan Tuhanmu adalah dzat Yang Maha Melihat.” (QS: al-Furqan:20).

Ujian Ibu datang sejak wafatnya bapak -semoga Allah merahmatinya- ketika ibu masih kecil.

Selanjutnya adalah sikap ibu dan bapak sambung yang Anda nilai belum pas. Problem demikian tampaknya muncul sebab komunikasi serta keterbukaan antara orang tua dan anak.

Boleh jadi ibu Anda keliru tapi boleh jadi juga penilaian anak juga belum tentu benar sepenuhnya.

Untuk sangat penting dievaluasi dan dicoba adanya perbaikan pola komunikasi, sehingga semua sikap dapat dikonfirmasi alasannya, hingga dapat dipahami oleh masing-masing.

Termasuk hal potensial menimbulkan problem adalah pengetahuan yang masih kurang pada sisi orang tua berdua dalam menyikapi harta warisan ayah.

Penting diketahui, bahwa begitu ayah meninggal, maka semua harta yang ditinggalkan otomatis menjadi harta warisan menjadi hak para ahli waris.

Dalam hal ini ahli waris tersebut setidaknya adalah sang ibu dan para anak, alias anda serta saudara anda berlima. Bagian ibu Anda seperdelapan (1/8) dan sisanya (7/8) untuk para anak jika ada anak laki-laki. Kalaupun kemudian harta itu dikelola oleh ibu, maka bagian hak itu tidak lepas dan hasilnya semestinya disisihkan atau dicatat.

Sementara ayah sambung tidak memiliki hak atas warisan tersebut. Dia bisa mendapat hak sebagai upah pengelola atau dari harta bagian ibu yang diserahkan kepadanya.

Walaupun demikian khusus untuk ibu, sebagai orang tua, ia berhak memanfaatkan harta anak dengan catatan dalam kondisi beliau membutuhkan dan tanpa berlebihan.

Rasulullah pernah didatangi oleh seseorang yang mengadu bahwa ayahnya mau memanfaatkan hartanya, maka Nabi bersabda yang artinya: ”Sesungguhnya kamu dan hartamu adalah milik ayahmu. ”(HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Para ulama mengatakan bahwa “milik” dalam hadis itu hanya sebatas membolehkan menggunakan saat ada kebutuhan, bukan perpindahan hak.

Adapun hukum anak mengambil harta orang tua pada dasarnya adalah haram, kecuali yang diyakini bahwa beliau ridha, seperti makanan yang disediakan di rumah, cemilan dan sebagainya.

Hal ini tentu berbeda jika harta yang mau diambil adalah harta yang umumnya memerlukan izin. Tetapi dapat dikecualikan dan menjadi boleh jika orang tua berprilaku dzalim.

Misalnya, orang tua memiliki kecukupan harta, sementara si anak tidak memiliki sumber pemasukan atau harta yang mencukupi, maka baru dibolehkan untuk mengambil secukupnya. Hal ini didasarkan pada kasus istri Abu Sufyan yang mengadu kepada Nabi atas pelitnya sang suami yaitu Abu Sufyan.

Ia tidak memberikan nafkah yang cukup bagi dirinya dan anak-anaknya. Maka terpaksa si istri mengambil tambahan harta tanpa sepengetahuan sang suami. Nabi menjawab, yang artinya; “Ambillah dari hartanya secara wajar, yang cukup untuk kamu dan anakmu.” (HR: al-Bukhari dan Muslim).

Berdasar ini, bila terbukti orang tua tidak memberikan yang cukup kebutuhan saudara-saudara Anda jika memang tidak memiliki pemasukan cukup, maka -secara fikih- boleh mengambilnya sesuai kebutuhan.

Namun dalam rangka menghindari fitnah, upayakan untuk melakukan pendekatan terbaik. langkah ini untuk menyelesaikan dua hal. Pertama, penunaian hak (warisan) kepada yang berhak (ahli waris).

Kedua, terjaganya hubungan baik anak kepada orang tua (birrul walidain) yang merupakan kewajiban besar anak. Wallahu a’lam.*

Berita Terkait

Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Merupakan lembaga amil zakat yang bergerak dalam penghimpunan dana Zakat, infaq, sedekah, Wakaf dan Hibah berikut dana sosial kemanusiaan dan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, dan melakukan distribusi melalui program pendidikan, dakwah, sosial kemanusiaan dan ekonomi secara nasional.