Jumlah bayi yang lahir di Singapura pada tahun 2023 merupakan yang terendah dalam 50 tahun terakhir
Isabel Lee, 29, memutuskan tidak akan memiliki anak. Wanita yang telah meninggalkan desanya sejak usia 19 tahun memilih mengejar karir di kota. “Saya ingin fokus pada pendidikan, karier, dan punya waktu untuk diri sendiri,” ujarnya.
Sementara Thabye Soe, 43, mengaku dia memilih kumpul kebo alias hidup berzina dengan sang pacar dan ogah memiliki bayi, yang menurutnya hanya akan membebani hidup.
“Alasan saya tidak ingin punya anak sebagian besar adalah pengaruh internal. Pertama, saya takut sakit dan kehamilan,” ujarnya dikutip laman zula.sg.
Bagi keduanya, menikah dan memiliki anak justru mengekang kebebasannya. Ada banyak wanita –bahkan—pasangan Singapura memutuskan seperti Isabel dan Thabye Soe.
Menurut catatan, jumlah wanita melahirkan turun dan bayi yang lahir di Singapura tahun 2023 jatuh di level terendah dalam setidaknya 50 tahun, lapor The Straits Times (ST).
Laporan Pendaftaran Kelahiran dan Kematian 2023 yang terbit pada 11 Juli, total 33.541 bayi lahir tahun 2023 – turun 5,8 persen dari tahun 2022 dan 13,3 persen lebih rendah dibandingkan tahun 2021.
Menurut ST, Tingkat Kesuburan Total (TFR) penduduk turun di bawah satu untuk pertama kalinya dalam sejarah Singapura. Dimana jumlah rata-rata bayi per wanita selama masa reproduksinya, adalah 0,97 pada tahun 2023 – termasuk yang terendah di dunia.
Ogah Menikah
Negara kota ini mencatat 26.500 pernikahan penduduk dan 30.500 kelahiran penduduk sepanjang tahun 2023, kata Indranee Raja, Menteri yang bertugas di Kantor PM Singapura, yang mengawasi National Population and Talent Division seperti dikutip dari The Straits Times.
Menurunnya jumlah kelahiran bisa berdampak penuaan masyarakat dan perlambatan ekonomi. Kini warga berusia 65 tahun ke atas mencakup seperlima populasi Singapura.
“Kaum muda bahkan mungkin tidak melihat pernikahan atau menjadi orang tua sebagai tujuan hidup yang penting,” tambah Indranee.
Muslim Melayu
Namun saat ini, populasi penduduk negeri kecil ini mayoritas adalah orang asing. Etnis Tiongkok adalah komunitas asing terbesar pertama di Singapura saat ini.
Mengapa Muslim Singapura tiba-tiba menjadi minoritas? Hal ini tak lain akibat kebijakan penjajahan Inggris.
Setelah Inggris menetapkan Singapura menjadi pelabuhan bebas oleh Thomas Stamford Raffles tahun 1819, berbondong-bondonglah migran Tionghoa ke Singapura, yang ujungnya menggeser warga pribumi dan berdampak pada budaya Melayu Islam sendiri.
Secara kultural masyarakat Singapura adalah Melayu. Melayu adalah salah satu kelompok etnis di wilayah Austronesia yang menempati wilayah pesisir timur Sumatera, Semenanjung Malaka, wilayah di Kalimantan, Malaysia, selatan Thailand (Pattani, Satun, Songkhla, Yala, dan Narathiwat), Singapura, dan Brunei Darussalam.
Di negara tetangga, seperti di Malaysia, Melayu secara hukum berarti statusnya Bumiputera (pribumi), yang memiliki keutamaan dalam pemerintahan.
Bagaimanapun, Menteri Kesehatan Kedua, Menteri Sosial dan Pembangunan Keluarga Singapura Masagos Zulkifli, yang juga menjabat sebagai Menteri Yang Bertanggung Jawab Atas Urusan Muslim Singapura mengklaim, meski minoritas Muslim diberi keistimewaan.
Masagos, mengutip Konstitusi tertulis di Pasal 152 menyatakan bahwa penduduk asli Singapura, dan agama, budaya, serta bahasa akan dilindungi. Ia merujuk UU administrasi hukum muslim yang mengatur urusan perkawinan, wakaf, warisan, pembangunan masjid. []