Cinta tidak bisa dihadirkan dengan jalur paksa, ia akan hadir dengan kelembutan
Oleh: Khairul Hibri
Tekat Abu Bakar telah bulat, ingin meneladani semua perilaku Nabi
ﷺ, mulai dari yang terkecil, hingga amalan besar. Untuk memastikan hal itu, ditanyalah kepada sang putri, Aisyah, yang notabene adalah istri Nabi Muhammad ﷺ, tentang amalan apa yang belum beliau kerjakan.
Ummul Mukminin itupun menyatakan kepada sang ayah tercinta, bahwa, semua perilaku dari Nabi ﷺ sudah beliau amalkan. Tinggallah satu perkara yang belum terlaksana; memberi makan pengemis buta di dalam pasar.
Sejurus kemudian, Abu Bakar bergegas mencari sosok yang disebut. Setelah bersua, didapatinya laki-laki buta itu, tiada henti mencaci Nabi.
Mengabaikan semua ocehan, Abu Bakar tetap memberikan makanan kepada si pengemis buta. Namun, baru sesuap, laki-laki itu lantas membuang makanannya.
Pengemis buta itupun menyebutkan, pria yang menyuapinya ini bukanlah sosok yang senantiasa memberinya makan selama ini, karena cara menyajikannya berbeda.
Menangislah Abu Bakar mendengar penuturan itu. Disampaikan lah, bahwa sosok yang disebut sang pengemis itu telah tiada.
Yang membuat si pengemis buta lebih kaget lagi, ternyata selama ini, yang senantiasa menyuapinya adalah Baginda Nabi Muhammad ﷺ, yang selalu ia cerca.
Bersemailah benih cinta dalam diri laki-laki itu. Kekagumannya tak terbendung. Betapa tidak; sosok itu tetap melayaninya dengan penuh kasih sayang, di tengah cacian dan sembarang tuduhan, kini telah tiada.
Setelah peristiwa ini, iapun memutuskan bersyahadat, memilih agama Islam.
Siapa Ingin ?
Semua kita, tentu ingin dicintai. Sebaliknya, tak satupun orang sudi dikhianati.
Cinta inilah yang akhirnya membuat seseorang menaruh hormat kepada sosok yang dicintai. Tak ingin mencederai, apalagi menyakiti. Bahkan tak jarang, rela berkorban, demi keselamatan dan kebahagiaan sosok yang dicintai.
Tengoklah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ketika beliau membersamai Rasulullah ﷺ dalam hijrah. Saat bersembunyi di Gua Tsur.
Beliaulah terdepan memasuki gua itu, demi memastikan keamanan, terutama dari binatang berbisa. Bahkan, ketika didapati ada binatang berbisa keluar dari satu lobang, beliau korbankan diri dengan menutup lobang itu dengan tangan, agar Nabi ﷺ, tidak terganggu istirahatnya.
Aduhai, alangkah bahagianya bila kita mempunyai sosok-sosok demikian di sekitar kehidupan kita. Tetangga, kerabat kerja, bawahan, atasan, atau sebagainya.
Pada kisah pengemis buta di atas, kita pun mendapatkan tips jitu tentang bagaimana menyemai benih cinta itu; yaitu dengan menaburkan kasih sayang dan kelembutan.
Cinta tidak bisa dihadirkan dengan jalur paksa. Bahkan Ia bsa mati tertelan bumi hingga lapis ke tujuh.
Namun, ia bisa disemai, dengan terus menebarkan kasih sayang kepada sosok yang diharapkan cintanya.
Seorang atasan, cobalah memiliki kepedulian kepada bawahan. Tidak harus berupa materi, tapi sikap dan perilaku. Muliakan bawahan.
Sapa mereka dengan kelembutan. Beri mereka senyum yang hangat. Hingga bagian ‘terbawah’ sekalipun. OB, misalnya. Maka, benih cinta pun akan tumbuh.
Lebih-lebih, bila kepedulian itu naik level dengan memberikan hadiah. Kata Nabi ﷺ, langkah ini akan menumbuhkan rasa kasih sayang.
Bayangkan, seorang OB, tetiba mendapatkan hadiah dari CEO. Diserahkan secara langsung. Tentu ini akan menumbuhkan rasa cinta bagi si penerima.
Jadi, mari kita praktekkan, untuk kita saling mencintai satu sama lain.*