Para pendidik dan dai perlu mengasah kecerdasan dengan merenungi kisah-kisah dakwah para Nabi
Oleh: Dr Nashirul Haq
Rasulullah ﷺ pernah mendapatkan satu pertanyaan yang yang mengejutkan dari seorang lelaki Baduy tentang Hari Kiamat.
Anas bin Malik r.a menceritakan: Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah: “Kapan hari kiamat wahai Rasulullah?”. Rasulullah menjawab: “Apa yang telah engkau persiapkan untuknya?”. Lelaki itu menjawab: “Aku tidak siapkan untuk itu banyak shalat, puasa dan sedekah. Akan tetapi aku mencintai Allah dan RasulNya”. Rasulullah berkata: “Engkau bersama orang yang engkau cintai”. (Shahih al Bukhari, no. 6171, 8/40. Shahih Muslim, no. 2639, 4/2032)
Dalam kisah ini Rasulullah ﷺ tidak menjawab secara langsung pertanyaan orang Baduy tersebut tentang waktu datangnya Hari Kiamat.
Beliau menjawab dengan cara balik bertanya, “Apa yang telah kamu siapkan untuk itu?”
***
Kapasitas objek dakwah (mad’u) dan peserta didik (mutarabbi)
Pada dasarnya pendidikan harus diarahkan untuk mempengaruhi dan mentransformasikan jiwa, pola pikir, pengetahuan dan perilaku mad’u sehingga mereka sadar dan termotivasi melakukan amal shaleh untuk kebaikan dirinya dan orang lain.
Dalam konteks hadits di atas dapat dipahami bahwa persoalan yang sangat penting dan mendesak dalam pendidikan adalah mengarahkan peserta didik untuk menyadari perlunya persiapan menghadapi Hari Kiamat tersebut.
Pada umumnya peserta didik dan objek dakwah memiliki pemahaman dan wawasan keislaman yang masih minim.
Bahkan mayoritas kalangan awam belum bisa membedakan masalah prinsip dan bukan prinsip, prioritas dan tidak prioritas.
Karenanya setiap pendidik dan pendakwah hendaknya memperhatikan secara cermat dan bijak terhadap pertanyaan yang didapatkannya.
Jangan sampai gagal memberikan respon yang tepat, akibatnya peserta didik dan objek dakwah hanya mendapatkan pengetahuan semata tanpa mampu menggerakkan dirinya untuk meningkatkan kualitas akidah, akhlak dan ibadahnya.
Perlu diingat bahwa orientasi tarbiyah adalah pembentukan sikap mental untuk membangun kesadaran jiwa, pemikiran dan perilaku yang baik sehingga peserta didik mengalami peningkatan kualitas diri dari aspek iman, ilmu dan amal.
Bisa dibayangkan apa yang dirasakan sang Baduy secara psikologis ketika mendengarkan jawaban Rasulullah ﷺ bahwa dirinya bersama orang yang dicintai. Pasti dia semakin semangat dan termotivasi untuk benar-benar mencintai Allah dan Rasul-Nya, serta akan berusaha untuk tidak meninggalkan shalat fardhu lima waktu, bahkan bersedekah setiap hari, guna mempersiapkan Hari Kiamat.
Asah Kecerdasan
Seorang pendidik dan pendakwah dituntut agar terus mengasah kecerdasannya sebagaimana yang dilakukan Nabi Ibrahim AS ketika berdebat dengan Raja Namrud.
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”. Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah [2]: 258).
Kemampuan dialektika seperti itu hanya bisa dilakukan dengan baik, jika para pendidik dan dai mengasah kecerdasannya dengan merenungi kisah-kisah dakwah para Nabi di dalam al-Quran. Selanjutnya memperkaya wawasan tentang metode pendidikan yang relevan dengan kondisi tertentu. Wallahu a’lam.*