Berlomba dan berkompetisi dalam kebaikan (perintah: fastabiqul khairat) mengandung makna luas untuk melahirkan karya dan amal kebajikan
Allah SWT selalu mengajak orang-orang beriman untuk bersegera, berlomba, serta berusaha menjadi pelopor dan teladan yang terdepan dalam melakukan kebaikan dan ketaatan untuk meraih ridha Allah SWT.
Allah ﷻ berfirman yang artinya: “Dan untuk yang demikian itu hendaklah orang-orang berlomba-lomba.” (QS. Al Muthaffifin, 83: 26)
Setiap orang memiliki keinginan dan harapan menjadi pribadi terbaik, unggul dan istimewa. Untuk mewujudkannya, perlu tekad, usaha dan kerja keras secara konsisten.
Karena itu Allah SWT memerintahkan manusia untuk selalu berkompetisi melakukan kebaikan. “Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya (pada hari kiamat)”. (QS. Al-Baqarah: 148).
Berlomba-lomba melakukan amal shaleh meliputi makna mengerjakan, menuntaskan, menyempurnakan, dan bersegera melakukannya.
Berlomba dan berkompetisi dalam kebaikan (perintah: fastabiqul khairat) mengandung makna yang luas untuk melahirkan karya dan amal kebajikan.
Orang yang aktif dan gemar berbuat baik akan selalu memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan yang bermanfaat dan mendatangkan maslahat. Seluruh waktunya tidak ada yang disia-siakan, bahkan selalu berusaha menghindari perbuatan yang tidak bermanfaat dan kegiatan yang tidak diridhai Allah SWT.
Rasulullah ﷺ sebagai murabbi teladan selalu memotivasi dan memompa semangat para sahabat berebut mendapatkan keutamaan.
Dalam sebuah hadits dikisahkan bahwa di perang Khaibar Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya: “Sungguh aku akan menyerahkan panji pasukan ini kepada seseorang yang Allah ﷻ akan membuka kedua tangan-Nya untuknya, dia mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan dicintai Allah dan Rasul-Nya.” (Shahih al Bukhari, Kitab al Maghazi, Bab Ghazwah al Khaibar, no. 4210, 5/134).
Pada pagi harinya, para Sahabat telah berkumpul di hadapan Rasulullah ﷺ dan masing-masing berharap diberikan kepercayaan tersebut.
Kisah di atas adalah salah satu cara memotivasi Rasulullah ﷺ agar berpacu meraih keutamaan dan berlomba-lomba mendapatkan yang terbaik.
Dalam hadisnya Rasulullah ﷺ mengingatkan, yang artinya: “Bersegeralah melakukan amal shalih sebelum datang fitnah (musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu pagi dalam keadaan beriman dan di sore hari dalam keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari dalam keadaan kafir. Ia menjual agamanya karena sedikit dari keuntungan dunia”. (Shahih Muslim, Kitab al Iman, Bab al Hatsu ‘ala al Mubadarah bi al A’mal, no. 186, 1/110).
Sikap generasi salaf sungguh menakjubkan dalam hal bersegera kepada kebaikan dan mengerjakan amal shalih.
Ar Rabi’ bin Sulaiman, ulama besar dan salah seorang murid Imam Syafi’i berkata: “Ketahuilah bahwa kenikmatan tidak dapat diraih dengan rasa nyaman, dan kesuksesan tidak dapat dicapai dengan sifat malas (apatis). Siapa menanam niscaya akan memanen, siapa yang bekerja keras niscaya akan mendapatkan (hasil).” (Ibn al Jauzi, Al Yaqutah-Mawa’idzh Ibn al Jauzi, hal. 57).
Di sinilah pentingnya peran murabbi memandu muhasabah sekaligus membimbing dan memotivasi agar mutarabbi senantiasa bersemangat melakukan kompetisi dalam kebaikan (at Tasabuq fi al Khaerat).
Prinsipnya proses pendidikan membutuhkan motivasi yang membangkitkan semangat para mutarabbi untuk bersegera, berlomba-lomba dan menjadi pelopor dalam kebaikan. Wallahu Ta’ala A’lam.*