Cuaca panas ekstrem melanda Maros, dengan suhu mencapai 41 derajat, membuat warga, termasuk santri di wilayah ini semakin merasakan dampak kemarau. Kemarau panjang sejak Juni 2024.
Sumur bor sedalam 14 meter yang menjadi sumber air di Ponpes Daarul Hijrah Tanralili kerap mengering, terutama pada bulan Oktober. Hal ini memaksa para santri putri untuk mengantri air lebih lama.
Aisyah, santri asal Palu yang telah menghafal Al-Qur’an lima juz, mengungkapkan betapa sulitnya situasi tanpa air.
“Kadang kami tidak bisa mandi atau mencuci pakaian dengan bersih karena kekurangan air,” ujarnya.
Kebutuhan air di pesantren ini juga harus dibagi dengan warga sekitar dan masjid, sehingga sumur kecil yang ada tidak lagi mencukupi bagi 36 santri yang tinggal di sana.
Ustadz Muhammad Rubianto, pengasuh pondok, menyampaikan pentingnya memiliki sumur bor baru yang lebih dalam.
“Kami sangat membutuhkan sumur tambahan agar kesehatan santri terjaga dan kebutuhan air bersih terpenuhi,” jelasnya.
11 Titik Sumur Bor BMH: Mengalirkan Kebaikan hingga ke Pelosok
BMH telah sukses menjalankan program sumur bor bersama kiprah umat dan elemen bangsa. Dengan dukungan donatur, Laznas BMH telah menyelesaikan pembangunan 11 titik sumur bor di Sulawesi Selatan, yang kini mengalirkan air bersih ke rumah-rumah, pondok pesantren, dan masjid.
Namun, perjuangan belum usai. Di Jeneponto, santri tahfidz Auladi menghadapi kekeringan yang sama setiap tahun. BMH mengajak para dermawan untuk turut membantu menyediakan sumur bor, demi mendukung kegiatan dan kesehatan para santri tahfidz di wilayah tersebut.
“Untuk satu sumur bor ini, mari kita hadirkan untuk anak-anak santri penerus kemajuan negeri ini,” tutup Kadiv Program dan Pemberdayaan BMH Sulsesl, Basori Shabirin.*/Herim