images

Kekuatan Komunikasi dari Hati

Muslim yang baik akan mampu menjaga keselamatan saudara (muslimnya), dari keburukan tangan dan lisannya

Coba bayangkan. Apa yang bakal kalian rasakan, manakala tengah terjadi keretakan hubungan dengan seorang sahabat sekamar? 

Tentunya rasa canggung dan tidak nyaman, bukankan? Itulah keadaan yang pernah aku rasakan, ketika mengemban amanah sebagai pengasuh di sebuah Pondok Pesantren di Kota Surabaya, beberapa tahun lalu, ketika masih berstatus sebagai mahasiswa.

Kami berdua diamanahi menjadi pengasuh untuk santri-santri Sekolah Menengah Pertama (SMP). Awalnya,  kami tiga sekawan. 

Tapi, karena yang satu mengundurkan diri, tinggallah aku dengan sahabatku yang berasal dari Indonesia bagian timur. 

Mulanya, kami berdua berkerja sama dengan baik. Bahkan, lazimnya anak muda, kami biasa bercengkrama, bersenda gurau bersama. 

Seiring dengan beragam tantangan di kepengasuhan yang menuntut kami memeras otak dan tenaga, kami berdua sering terjadi perselisihan. 

Puncaknya, dalam satu rapat dengan atasan, kami saling mengkritik satu sama lain dalam keadaan cukup panas. Ternyata, selepas rapat, kebekuan itu tak lantas mencair. 

Kebekuan komunikasi  berlanjut sampai berhari-hari. Aku sendiri tidak cukup punya nyali untuk memulai, karena ekspresi wajah dan gestur tubuhnya sangat menunjukkan ketidaksenangan. 

Akibatnya ketika kami bertemu, hanya diam seribu bahasa. Bahkan lebih menangkap aura negatif bila mengamati mimik wajahnya. 

Sesekali aku pernah mencoba menegur, tapi responnya dingin. Sangat bertolak belakang dengan sikap sebelumnya. 

Kondisi ini terus terjadi berhari-hari, bahkan ketika kami hanya sekamar berdua saja. Sampai akhirnya, aku terus merenungkan, alangkah tersiksanya hidup dan bekerja dengan keadaan demikian. 

Kami berada satu kamar, satu amanah, tapi saling bermusuhan dan tidak saling bertegur sapa. 

Akhirnya bertekatlah aku untuk mendudukkan permasalahan. Kisah tentang perselisihan antara Sahabta Abu Dzar dan Bilal, menjadi ilham pribadi untuk memupuk niat dan tekat memperbaiki hubungan dengan sahabatku ini. 

Maka, aku ajak dia untuk duduk bareng di kamar. Mendiskusikan permasalahan. 

Alhamdulillah, untungnya dia berkenan. Maka, di pertemuan itulah aku berusaha bicara dari hati ke hati, untuk memperbaiki hubungan persahabat. 

Aku memulai meminta maaf,  termasuk, kelancangan berbicara dalam forum rapat tempo hari. Selanjutnya, aku sampaikan juga tentang hakekat manusia yang memang tak bisa luput dari salah dan dosa. 

“Jangankan kita. Para sahabatpun, sekelas Abu Dzar dan Bilal, pun berselisih hebat. Bahkan, Bilal sampai sakit hati, karena direndahkan,” ucap aku. 

Justru setelah perselisihan itu, hubungan mereka semakin erat dan tak lagi saling menyakiti. Satu sama lain saling lapang dada dan saling memaafkan. 

Terlebih Abu Dazar, sampai meletakkan kepalanya di atas pasir, agar bias diinjak Bilal, sebagai menyampaikan permohonan maafnya. 

Tak disangka, air mataku tumpah, bersamaan dengan patah demi patah kata yang aku ucapkan. Sahabat kamipun menimpali permintaan maafnya dan  kamipun saling berpelukan, sama-sama terisak. 

Dari peristiwa itu, sampai saat ini, hubungan kami pun tetap baik. Meski telah dipisahkan oleh jarak. Bahkan tak jarang, bila bersua, kami mengingat momentum-momentum mengasyikkan ketika dulu sama-sama menjadi pengasuh. 

Semoga kita bisa saling menjaga persaudaraan. Sebagaiman nasehat Nabi Muhammad ﷺ; “Muslim yang baik adalah yang mampu menjaga keselamatan saudara (muslimnya), dari keburukan tangan dan lisannya.” (HR. Bukhari).*/Dikisahkan Abu Taqiya  

Berita Terkait

Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Merupakan lembaga amil zakat yang bergerak dalam penghimpunan dana Zakat, infaq, sedekah, Wakaf dan Hibah berikut dana sosial kemanusiaan dan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, dan melakukan distribusi melalui program pendidikan, dakwah, sosial kemanusiaan dan ekonomi secara nasional.