istri-yang-soleha_20150607_131118

Istri Menuntut Nafkah Batin

KELAMBU

Asalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh.

Saya Ratih (25), seorang istri. Pernikahan kami berjalan 3 tahun. Selama ini suami jarang sekali memberikan nafkah batin, terutama setelah kami memiliki anak. 

Sebagai istri merasa bahwa nafkah batin adalah hak, hingga saya selalu menuntutnya dengan meminta duluan. Saya sudah sering membicarakan masalah ini kepada suami, tapi belum ada perubahan yang signifikan, tersiksa saya rasanya. Salahkah yang saya lakukan? Mohon bimbingan dan arahan ustad. Wassalamu’alaikum

Ratih | Depok

Waalaikumussalam Warahmatullahi wabarakatuh 

Izinkan saya menyampaikan ucapan selamat atas pernikahan yang memasuki usia tiga tahun. Tiga tahun usia pernikahan masih dinamakan usia pasangan muda. Selamat yah, semoga menjadi keluarga yang Sakinah, mawaddah warahmah. Aamiin.  

Ibu Ratih, saya menilai hubungan komunikasi Anda berdua sudah cukup baik, pesan saya, tolong jawaban yang saya sampaikan ini disimak bersama suami. Insyaa Allah akan lebih menambah pemahaman bersama. 

Sejauh yang saya pahami, istilah ‘nafkah batin’ belum disebutkan dalam literatur fiqih. Akan tetapi, istilah nafkah batin memang sering kita temukan pada masyarakat kita. 

Penyebutan nafkah batin sering dikaitkan dengan salah satu kewajiban suami kepada istri, yaitu ‘kewajiban memberikan nafkah lahir dan nafkah batin’. 

Nah, nafkah lahir adalah penyebutan untuk pemberian suami berupa materi; sandang, pangan dan papan serta kebutuhan lain istri dan keluarga. Sedangkan nafkah batin biasa digunakan untuk menyebut kewajiban suami yang dikonotasikan dengan ‘hubungan biologis’ atau ‘hubungan suami istri’. 

Perlu kita ingat, bahwa hubungan suami istri adalah ‘ikatan suci’ yang di dalamnya terdapat berbagai macam tuntunan dari syari’at, dalam bentuk ‘hak dan kewajiban’. 

Artinya, suami punya hak kepada istri, tetapi pada saat yang sama, istri pun punya hak dari suami. Hak dan kewajiban suami istri ini oleh syariat ditetapkan secara seimbang. 

Apa yang menjadi hak suami, pada saat yang sama menjadi kewajiban istri dan begitu pula sebaliknya. Nah, semua yang menjadi kewajiban istri, otomatis menjadi hak suami, dan suami boleh menuntutnya. 

Sebaliknya, apa yang menjadi kewajiban suami, akan menjadi hak istri, dan istri pun boleh menuntutnya. 

Pada nafkah lahir, suami harus memberikannya kepada istri walaupun tidak diminta. Artinya, jika Anda sebagai istri meminta dan suami Anda tidak memberikannya, maka Anda boleh mengambilnya sendiri dari harta suami, tentunya secara wajar. 

Adapaun mengenai nafkah batin, nafkah ini menjadi kewajiban bersama antara Anda dan suami.  Suami tentunya boleh mendahului untuk meminta kepada Anda, dan Anda melayaninya dengan baik. 

Boleh juga—dan tidak ada masalah—Anda sebagai istri yang mendahului untuk memintanya, dan suami melayani Anda dengan baik. 

Jadi Anda tidak perlu merasa bersalah jika lebih dahulu meminta nafkah batin atau bahkan meminta lebih sering dari suami Anda. 

Sebagai kesimpulan, saya sampaikan pendapat Syeikh Wahbah al-Zuhaily sebagai berikut: “Bagi istri terdapat hak-hak yang bersifat materi, berupa mahar dan nafkah dan hak-hak yang bersifat non-materi seperti memperbagus dalam menggauli dan hubungan yang baik serta berlaku adil.” 

Secara garis besar, istri memiliki dua macam hak dari suami; hak materi dan hak non-materi. 

Hak materi yang berwujud fisik menunjang kelangsungan hidup berkeluarga. Sedangkan hak  non-materi akan menimbulkan perasaan positif; seperti kebahagiaan, ketenangan, dan ketentraman jiwa. Wallahu a’lam.*

Berita Terkait

Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Merupakan lembaga amil zakat yang bergerak dalam penghimpunan dana Zakat, infaq, sedekah, Wakaf dan Hibah berikut dana sosial kemanusiaan dan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan, dan melakukan distribusi melalui program pendidikan, dakwah, sosial kemanusiaan dan ekonomi secara nasional.