Memasuki bulan dzulhijjah banyak umat muslim berbondong-bondong untuk melaksanakan ibadah qurban. Sebagai bentuk menaati perintah Allah, mereka melakukan qurban terbaik sesuai dengan kemampuan mereka. Namun tak jarang muncul pertanyaan hukum qurban sebelum aqiqah.
Bagi seseorang yang ternyata saat kecil belum diaqiqahi tentu bertanya-tanya bagaimana hukum nya dalam melaksanakan qurban padahal belum dilakukannya aqiqah.
Mungkin anda salah satunya, karena terbukti anda berada di beranda artikel ini. Oleh karena itu mari kita menemukan jawaban dari pertanyaan ini bersama.
Namun sebelum kita membahas jawaban dari pertanyaaan ini, mari kita ulas dahulu satu persatu hukum dan ketentuan antara qurban dan aqiqah.
Simak hingga tuntas artikel ini.
Aqiqah
Kata aqiqah adalah serapan dari bahasa arab, secara etimologi kata itu bermakna memutus. sedangkan secara istilah aqiqah berarti menyembelih kambing pada hari ketujuh dari kelahiran seorang bayi sebagai ungkapan rasa syukur atas rahmat Allah berupa seorang anak.
Maka dapat disimpulkan aqiqah bermakna sebagai penyembelihan hewan dalam bentuk syukur umat islam terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengenai bayi yang dilahirkan.
Hukum Aqiqah
Hukum aqiqah terdapat perbedaan pendapat antar ulama. Ada beberapa ulama yang menyebut hukumnya sunnah muakkadah, ada juga yang menyebutnya wajib.
Imam Rasjidi menyebutkan bahwa Sayyid Sabiq menyebut hukum melaksanakan aqiqah adalah sunnah muakkadah, walau seorang ayah sedang dalam kondisi sulit.
Pendapat ini mengacu pada hadits riwayat Tirmidzi, dimana Rasulullah bersabda :
“Seorang anak tergadai dengan aqiqah yang harus disembelih pada hari ketujuh, diberi nama dan dicukur rambutnya.”
Sedangkan Imam Laits, hasan Basri dan kalangan mazhab Zahiri memandang hukum aqiqah adalah wajib. Mereka mengacu pada hadits riwayat Abu Dawud, Rasulullah bersabda :
“Setiap anak (yang lahir) itu digadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan aqiqah baginya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama.”
Dari kedua pendapat ini mayoritas ulama mengambil pendapat yang paling kuat yakni hukum aqiqah adalah sunnah muakkadah.
Yang melaksanakan aqidah berdasarkan ulama Zhahiriyah adalah orang yang menanggung nafkah si anak, yakni orangtua bayi. Jika dimasa aqiqah orang tua ternyata tidak bisa melaksanakan ibadah aqiqah karena tidak mampu maka gugurlah kewajibannya.
Karena hukum paling kuat adalah sunnah muakkadah maka orangtua tidak perlu khawatir bahwa dengan mereka tidak melakukannya mereka akan berdosa.
Namun ternyata selain dua pendapat tadi ada juga pendapat bahwa aqiqah tidak wajib tidak pula sunnah melainkan ibadah tathawwu’ (sukarela). Pendapat ini disampaikan para ahli fikih pengikut Abu Hanifah, mereka mengacu pada hadits riwayat al-Baihaqi. Rasulullah bersabda, :
“Aku tidak suka sembelih-sembelihan. Akan tetapi, barang siapa dianugerahi seorang anak, lalu dia hendak menyembelih hewan untuk anaknya itu, dia dipersilahkan melakukannya.”
Nah itulah hukum ibadah aqiqah dan hadits yang menjadi acuannya. Berdasar hadits di atas juga bisa menjawab pertanyaan hukum qurban sebelum aqiqah, jika waktu aqiqah dan qurban bersamaan, ibadah mana yang harus didahulukan?
Karena dalam hadits itu disebutkan bahwa aqiqah dilakukan pada hari ketujuh setelah bayi lahir maka dahulukan ibadah aqiqah. Sedangkan ibadah qurban bisa dilakukan setiap tahunnya di bulan Dzulhijjah.
Qurban
Setelah mengulas ibadah aqiqah, kini saatnya kita mengulas ibadah yang paling menonjol dilakukan di bulan dzulhijjah yakni ibadah qurban.
Kata qurban berakar pada kata di bahasa arab, qariba – yaqrabu – qurban wa qurbanan wa qirbanan. Dimana kata-kata tersebut memiliki makna mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan sebagian perintah-Nya.
Istilah itu dalam islam juga dikenal sebagai udhiyah. Udhiyah secara bahasa bermakna kambing yang disembelih pada waktu dhuha atau di hari raya Idul Adha.
Atau dapat disimpulkan qurban dalam pengertian syara adalah menyembelih hewan dengan tujuan beribadah kepada Allah pada hari raya Idul Adha.
Hukum Qurban (Hukum Qurban Sebelum Aqiqah)
Di dalam syariat, hukum ibadah qurban adalah sunnah muakkad atau sunnah yang dikuatkan. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam selama hidupnya tidak pernah meninggalkan ibadah qurban sejak ditetapkan syariat ini.
Hukum sunnah muakkad untuk ibadah qurban ini juga dikuatkan oleh Imam Malik dan Imam al-Syafi’i. Dan sudah biasa jika terdapat perbedaan pandangan syariat, karena berdasarkan Imam Abu Hanifah berpendapat bagi umat muslim yang mampu dan tidak dalam keadaan safar, hukumnya wajib.
Pada hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Majah juga menyebutkan bahwa Rasulullah bersabda, :
“Siapa yang memiliki kemampuan untuk berqurban, tetapi ia tidak mau berqurban, maka sesekali janganlah ia mendekati tempat shalat kami.”
Walau terdapat perbedaan asalkan masing-masing memiliki dalil yang kuat kita tak boleh menolaknya. Tetapi karena mayoritas umat muslim di Indonesia dan kuatnya pendapat, hukum qurban yang digunakan adalah sunnah muakkad.
Lalu bagaimana dengan hukum qurban untuk orang yang sudah meninggal? Berdasarkan mazhab Syafi’i tidak diperbolehkan berqurban untuk orang yang sudah meninggal, kecuali semasa hidupnya ia berwasiat.
Pendapat ini mengambil dalil dari firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada surat An-Najm ayat 39
“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.”
Maka, seseorang yang sudah meninggal diperbolehkan berqurban dengan nama dirinya jika dia sebelum meninggal sudah berwasiat. Pahala qurban pun akan didapat sang peninggal wasiat.
Syarat Syah Qurban
Seperti ibadah-ibadah lainnya bahwa syariat juga dilengkapi dengan beberapa aturan supaya ibadah tersebut dianggap sah di mata Allah. Begitu pula untuk ibadah qurban.
Karena tujuan awal kita tadi adalah menemukan jawaban apakah seseorang yang belum aqiqah boleh qurban? Maka mari kita lihat syarat sah seseorang yang boleh berqurban.
Berikut syarat sah orang yang boleh berqurban,
- Muslim
Sebuah ibadah qurban bisa disebut dalam ibadah tentunya ia haruslah seorang muslim. Jika didapati seorang non muslim yang menyembelih hewan dan membagikannya di hari raya idul adha hal itu tidak dapat disebut ibadah qurban.
- Berakal dan Baligh
Seseorang diperbolehkan untuk orang yang sudah baligh dan berakal. Maka anak-anak dan orang gila tidak wajib untuk qurban. Tetapi jika untuk mengajarkan anak-anak berqurban itu diperbolehkan.
- Mampu
Seperti yang sudah disebutkan pada hadits sebelumnya, bahwa qurban diwajibkan bagi umat muslim yang mampu.
Makna mampu disini tak hanya mampu dalam membeli hewan qurban tapi juga stabil dalam hal finansial. Maka jika seseorang masih memiliki hutang tidak perlu melakukan ibadah qurban ini.
- Penduduk Tetap
Memang dianjurkan untuk berqurban di lingkungan sekitar terlebih dahulu, karena supaya bisa memberikan manfaat kepada orang sekitar yang membutuhkan. Untuk berqurban di kota lain, hukumnya tidak wajib.
Akan tetapi jika sebaran hewan atau daging qurban di daerah tersebut sudah merata dan ada kekurangan di tempat lain, maka mendonasikan qurban ke tempat lain yang mengalami kekurangan, kantong-kantong kemiskinan atau daerah bencana diperbolehkan bahkan sangat dianjurkan.
Nah dari keempat syarat sah orang yang boleh berqurban tidak ada satupun yang menyatakan bahwa seseorang harus aqiqah terlebih dahulu baru boleh ikut berqurban.
Maka walau seseorang belum aqiqah tetap diperbolehkan untuk ikut berqurban.
Keutamaan Qurban (Hukum Qurban Sebelum Aqiqah)
Pada hadits Hasan, Aisyah menuturkan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda: Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (Manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan.
Dari kutipan hadits tersebut dapat dilihat keutamaan dari ibadah qurban, yakni suatu amalan yang dicintai Allah pada hari raya Idul Adha.
Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Zain al-Arab, pada hari kiamat kelak hewan qurban akan mendatangi orang yang menyembelihnya dalam keadaan utuh. Kemudian hewan itu secara metaforis digambarkan menjadi kendaraan untuk berjalan melewati shirath.
Itulah balasan dan bukti keridhaan Allah pada seseorang yang melakukan ibadah qurban. Sehingga dengan ibadah qurban bisa menjadi upaya kita sebagai umat muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Terlebih jika kita melakukan donasi qurban seperti yang dilakukan oleh BMH, tentu Allah akan melihat keseriusan kita dalam menaati syariatNya.
Nah bagaimana? Apakah dari ulasan diatas bisa menjawab pertanyaan anda? Semoga artikel ini bisa membantu Anda dalam menemukan jawaban dari pertanyaan yang muncul karena kebingungan Anda.
Jika Anda ingin berqurban namun masih bingung dimana akan melakukannya, Anda bisa berqurban melalui bmh.or.id. Insyaallah disini Anda akan difasilitasi dalam melaksanakan ibadah mulia ini.