Di era Ustmaniyah kopi pernah difatwakan haram dan gereja sempat menyebut sebagai minuman “setan”
Para penggemar kopi tak asing dengan Cappuccino. Kopi yang memiliki warna yang lebih gelap dan estetik dan memiliki tekstur creamy. Bagi banyak orang, Cappuccino yang terkenal itu datang dari Italia.
Tahukah Anda, Kesultanan Utsmani (orang Barat menyebutnya Ottoman) justru pertama kali yang memainkan peran penting mempopulerkan kopi menyebar ke penjuru dunia.
Kopi pertama kali diperkenalkannya di Istanbul pada pertengahan abad ke-16. Saat itu kedai kopi menjadi pusat interaksi sosial dan pertukaran intelektual.
Para ahli percaya, kopi menyebar dari India hingga Yaman sekitar abad ke-15 dan diakui di dunia Islam –Turki, Arab, dan Mesir– abad ke-16. Sebagian beranggapan, kopi dikonsumsi dan dibudidayakan umat Islam sekitar 575 Masehi, di daerah Yaman.
‘Minuman Setan’
Kopi masuk Ibu Kota Istanbul pertengahan abad ke-16 melalui lembaga gubernur jenderal Habesh, Özdemir Pasha. Kedai kopi pertama dibuka tahun 1554, sempat menimbulkan kehebohan di wilayah itu.
Pengelana epik Utsmani Evliya Çelebi menyebutkan dalam Travelogue-nya saat itu sudah ada kehadiran 300 kedai kopi dan sekitar 500 pengrajin kopi di Istanbul.
Kehadiran kafein dalam kopi (yang memiliki sifat menenangkan), menimbulkan polemik kalangan ulama. Mufti Agung Ebussuud Efendi, (mufti di masa pemerintahan Sultan Suleiman Agung) mengeluarkan fatwa berbunyi: “Ini adalah minuman orang-orang sesat yang tidak mengenal perintah Allah.”
Tahun 1615 dunia Kristen sempat memberlakukan larangan agama seperti halnya era Utsmani. Vatikan sempat mencegah konsumsi kopi sempat dan pernah dianggap sebagai minuman “setan”.
Menjelang akhir abad ke-16, mufti besar Ustmani Bostanzade Mehmet Efendi, mengeluarkan fatwa: “Kopi bukanlah minuman yang memabukkan, melainkan bermanfaat bagi kesehatan dan kedai kopi tidak perlu dilarang.”
Sejak itu, masyarakat Turki mulai bisa menikmati seteguk kopi tanpa takut dan berubah dari komoditas sederhana menjadi ikon budaya.
Kedatangan orang Eropa (muslim) yang sedang ziarah ke Makkah, ikut mempopulerkannya dan menyebut bentuk lain dari kopi sebagai “moka”.
Di Paris, Suleiman Aga, Duta Besar Ottoman untuk Raja Prancis Louis XIV, memperkenalkan budaya dan kopi Turki. Kedai kopi Prancis pertama, Café Procope, dibuka tahun 1689.
Di akhir abad ke-17, dengan partisipasi orang Eropa, produksi kopi dimulai di Suriname (1718), Brasil (1727), Jamaika (1730), Kuba (1748), Puerto Riko (1755), Kosta Rika (1779), Venezuela (1784) dan Meksiko (1790), hingga munculnya kopi termahal di dunia, “Kopi Luwak” dari Indonesia.
Cappucino
Tradisi minum kopi terus menyebar hingga lahir cappuccino, yang terkait erat dengan Pertempuran Wina. Teori paling populer menyebut, setelah tentara Eropa berhasil menghalau tentara Turki, banyak anggota militer menemukan ratusan kantong kopi yang ditinggalkan pasukan Utsmani.
Minuman ini sebelumnya tak pernah dikenal di Barat. Pendeta Marco d’ Aviano Biarawan yang membantu Paus Innosensius XI dalam perang melawan Kesultanan Utsmaniyah memerintahkan prajurit mencampur minuman tersebut dengan sedikit susu untuk mempermanisnya. Minuman nikmat tersebut diberi nama kapuziner (cappucino) karena kemiripannya dengan warna kebiasaan para biarawan.
Saat ini, kopi, juga dianggap sebagai kebutuhan sosial yang diciptakan oleh dunia modern, mempunyai tempat yang dominan. Bahkan di Turki, kopi menjadi simbol dan tanda diterimanya seorang pria meminang seorang gadis. []